Kamis, 20 Desember 2012

Terang



Memang sulit bagi mufassir, penyair, seniman musik, pelukis atau filosof untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara transenden, sehingga mereka hanya mampu merangkai kata, bunyi, warna, sebagai ungkapan kedalaman makna dan arti yang tidak berasal dari apa yang bisa digambarkan seperti naluri, insting, inspirasi, ilham atau wahyu! Yang turun melalui getaran penuh muatan makna dan pengertian yang berasal dari Ilahi.

Pengalaman rohani adalah konsumsi lahiriah, eksklusivisme personal, sebuah privasi yang menunjukkan keintiman hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Namun dalam momentum yang bersamaan, hal utama yang meluluh-lantakkan pakem tersebut adalah takaran dari tingkat kepekaan manusia, kepekaan yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

Ilmul yaqin, 'Ainul yaqin, Haqqul yaqin..

Jumat, 26 Oktober 2012

Rumi: Kepalamu Adalah Tangga



Hari ini kulihat Sang Tercinta, seri semarak segala perkara itu; Ia lepas menuju ke langit bagai ruh Mustafa.1)
Karena wajah-Nya, matahari menjadi malu, daerah langit terharu-biru sekacau kalbu; lantaran cerlangnya, air dan tanah lempung lebih bercahaya dari api menyala.
Aku berkata, “Berikan padaku tangga, agar aku dapat naik ke langit pula.” Jawab-Nya, “kepalamu ialah tangga; purukkan kepalamu lebih rendah dari kakimu.” 2)
Bila kautempatkan kakimu lebih tinggi dari kepalamu, maka kakimu akan berada di atas kepala bintang-bintang; bila kau menyibak angkasa, injakkan kakimu di angkasa, nah, mulailah!
Seratus jalan ke angkasa—langit pun menjadi jelas bagimu; membubunglah kau di setiap samar fajar ke langit raya, bagai sebuah doa. 3)
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

K e t e r a n g a n :

1) Rujukan pada Mi’raj Nabi Muhammad. Mustafa adalah panggilan untuk Beliau.
2) Sujud
3) Q.S. Adz-Dzâriyât [51] : 18), “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”

* Terjemahan oleh Hartojo Andangdjaja, dari Rumi, Jalaluddin; Kasidah Cinta, 1982: Budaya Jaya.


Sumber

Selasa, 16 Oktober 2012

Keutamaan Ali bin Abi Thalib Karomallohu Wajhah



Bulan Rajab adalah bulan kelahiran Sayyidina Ali kw, karena itu kita akan mengungkap sekelumit dari sisi kehidupan beliau.Sayyidina Ali adalah sepupu pertama Nabi Muhammad SAW. Ayahnya, Abu Thalib dab ayah Nabi SAW, Abdullah, adalah anak Abdul Muthalib dari satu ibu. Seperti nama istrinya, Ibu Sayyidina Ali juga bernama Fatimah. Fatimah adalah putri Asad putranya Hasyim yang terkenal itu, dan Asad adalah saudara Abdul Muthalib. Jadi ayah dan ibu Sayyidina Ali adalah saudara sepupu.

Sayyidina Ali lahir pada tanggal 13 Rajab, sekitar 610 M, yakni 23 tahun sebelum Hijrah. Saat Ali lahir, ayahnya dan saudara sepupunya, Nabi Muhammad SAW sedang bepergian ke luar kota Makkah. Ibunya memberi nama Asad dan Haidar. Ayahnya menamainya Zaid. Tapi ketika Nabi SAW pulang, beliau merawat sepupu kecilnya ini dan menamainya Ali, dan mengatakan bahwa ini adalah nama yang ditetapkan Allah untuknya. Diantara sekian kunyah- nya (nama panggilan yang mengungkapkan rasa hormat), yang paling terkenal adalah Abul Hasan, Abus Sibtain dan Abu Turab. Gelar-gelarnya adalah Murtadha (yang terpilih), Amirul Mukminin (Pemimpin kaum Mukmin), Imamul Muttaqin (Imam orang-orang bertakwa).

Ibn Abil Hadid, pensyarah kitab Nahjul Balaghah mengutip perkataan Ibn Abbas. Kata Abbas, “Pernah aku bertanya kepada ayahku: ‘Ayah, sepupuku Muhammad memiliki banyak anak, yang semuanya meninggal ketika masih kecil, siapa diantara mereka yang paling dicintai?’ Ayahnya menjawab, “Ali bin Abi Thalib.” Aku berkata, “Ayah, yang aku tanyakan tentang anak- anaknya?” Dia menjawab, “Nabi Muhammad SAW mencintai Ali lebih dari mencintai seluruh putranya. Ketika Ali masih kecil, aku tak pernah melihat dia terpisah dari Muhammad barang setengah jam sekalipun, kecuali kalau Nabi SAW bepergian untuk beberapa urusan. Aku tidak pernah melihat seorang ayah mencintai anaknya sebesar Nabi SAW mencintai Ali dan aku tidak pernah melihat seorang anak sedemikian patuh, sedemikian lengket dan mencintai ayahnya seperti Ali mencintai Nabi SAW.”

Ali mulai bertindak sebagai pengawal Nabi SAW bahkan ketika usia 14 tahun. Para pemuda Quraisy, atas anjuran orang tua mereka, sering melempari Nabi dengan batu. Ali memenuhi tugas sebagai pembela Nabi. Dia jatuhkan para pemuda itu, merobek hidung satu musuh, merontokkan gigi musuh lainnya serta membanting yang lainnya. Dia sering bertarung melawan orang-orang yang lebih tua darinya. Dia sendiri sering terluka, tapi dia tidak pernah meninggalkan tugas yang dia pilih sendiri. Selang beberapa hari, dia mendapat nama panggilan Qadhim (pembanting) dan tidak seorang pun berani melempar sesuatu kepada Nabi ketika Ali mendampinginya dan dia tidak akan pernah membiarkan Nabi pergi sendirian. Pengorbanannya pada malam menjelang hijrah dan perjungannya di seluruh medan tempur adalah bukti nyata kecintaannya yang amat mendalam kepada Nabi SAW.

Allamah Muhammad Mustafa Beck Najib, filosof Mesir terkenal dan Professor Studi Islam Universitas Al- Azhar, dalam bukunya Himayatul Islam, berkata: “Apa yang bisa dikatakan tentang Imam ini? Sangat sulit menjelaskan sifat dan watak personal Imam seutuhnya. Cukuplah kita sadari bahwa Nabi SAW memberinya gelar gerbang ilmu dan hikmah. Dia pribadi yang paling berilmu, paling berani dan orator ulung serta penceramah paling fasih. Ketakwaannya, kecintaannya kepada Allah, ketulusan dan ketabahannya dalam menjalankan agama adalah diantara derajatnya yang begitu tinggi sehingga tak seorang pun dapat bercita-cita untuk mencapainya. Dia politikus teragung karena membenci diplomasi dan mencintai kebenaran serta keadilan, kebijakan politiknya adalah sebagaimana yang diajarkan Allah. Dia dicintai semua orang, dan setiap orang memberikan tempat di hatinya untuk Imam. Dia orang yang memiliki karakter begitu unggul dan agung serta watak yang begitu luhur dan tiada tara, sehingga banyak ilmuwan yang takjub mempelajarinya dan membayangkannya sebagai manifestasi wakil Allah. Banyak di antara Yahudi dan Kristen yang mencintai dia, dan para filosof diatara mereka pun yang kebetulan tahu ajaran-ajarannya membungkukkan diri di depan lautan ilmunya yang tak tertandingi.”

Sejarawan Islam, Masudi dalam Sirah Al-Halabiyya, mengatakan: “Jika nama agung sebagai Muslim pertama, seorang kawan setia Nabi di pengasingan, kawan seperjuangan Nabi dalam menegakkan keimanan, sahabat karib Nabi dalam kehidupan dan saudara Nabi. Jika pengetahuan sejati tentang spirit ajaran-ajaran Nabi dan Al-Quran,jika penegasian ego diri dan penegakan keadilan, kejujuran, kesucian dan cinta akan kebenaran, kesemuanya layak mendapatkan keagungan, maka kita harus menganggap Ali sebagai yang paling terkemuka. Kita akan sia-sia mencari berbagai keistimewaan yang telah dianugrahkan Allah kepada Ali, baik dari kalangan pendahulunya kecuali Nabi Muhammad atau dari para penerusnya.” Masudi lalu berkata lagi: “Kesepakatan umum diantara para sejarawan dan teolog Muslim adalah bahwa Ali tidak pernah menjadi non-Muslim dan tidak pernah sekali pun menyembah berhala. Karenanya, pertanyaan kapan dia memeluk Islam, tidak dan tidak akan pernah muncul.”


Menikah dengan Sayyidah Fatimah

Sayyidina Ali menikah dengan Sayyidah Fatimah, putri Nabi SAW dari Sayyidah Khadijah. Dia bertunangan dengan Fatimah beberapa hari sebelum berangkat Perang Badar, tapi pernikahannya dirayakan tiga bulan setelahnya. Dari Sayyidina Ali, Fatimah memiliki 4 anak dan yang anak kelima (Muhsin) mengalami keguguran ketika masih berada dalam kandungan. Penyebab kecelakaan ini dan juga penyebab kematian Sayyidah Fatimah adalah peristiwa yang amat tragis dan menyedihkan dalam hidup mereka. Nama putra-putri mereka adalah Hasan, Husain, Zainab (istri Abdullah ibn Ja’far) dan Ummu Kultsum (istri Ubaydillah ibn Ja’far). Selama Fatimah hidup, Sayyidina Ali tidak menikahi wanita lain. Sepeninggal Fatimah dia menikahi Yamamah dan sepeninggal Yamamah, menikah lagi dengan seorang wanita bernama Hanafia, yang darinya Ali memiliki seorang anak bernama Muhammad Hanafia. Sayyidina Ali memiliki banyak anak yang beberapa diantaranya memiliki tempat tak tertandingi dalam sejarah kemanusiaan, seperti Hasan, Husain (Pahlawan Karbala), Zainab (Pembela Islam di Kufah dan Damaskus setelah Tragedi Karbala), Abbas (Panglima Tentara Husain) dan Muhammad Hanafia (Pahlawan dalam Perang Nahrawan).


Sikap Sayyidina Ali Kepada Musuh

Talha ibn Abi Talha bukan hanya musuh sengit Islam, tapi juga musuh Nabi SAW dan Sayyidina Ali. Upayanya untuk mencelakakan kedua orang ini serta misinya sudah menjadi fakta historis.Dalam perang Uhud, dia adalah pengusung panji pasukan Quraisy. Ali menghadapi dia dan berduel dengannya, menyerang dia dengan pukulan telak hingga terhuyung-huyung dan jatuh tersungkur. Ali meninggalkannya dalam keadaan terjatuh. Banyak panglima Muslim memerintahkan agar Ali menghabisinya, dengan mengatakan bahwa dia adalah musuhnya yang paling jahat. Ali menjawab: “Musuh atau bukan musuh, sekarang dia tidak berdaya, dan aku tidak bisa menyerang seseorang yang tidak berdaya. Jika dia bisa bertahan biarkan saja dia hidup selagi masih berumur.” Dalam Perang Jamal, di tengah pertempuran budaknya Qambar membawa sedikit air dan berkata: Tuanku, matahari amat panas dan Anda masih terus akan bertempur, meminum segelas air dingin ini bisa menyegarkan Anda? Dia melihat sekitarnya dan menjawab: “Bisakah aku minum ketika beratus-ratus orang mati terkapar dan sekarat karena kehausan dan terluka parah? Daripada membawakan air untukku, bawa sedikit orang dan kasih minum setiap orang yang terluka ini.” Qambar menjawab: “Tuanku, mereka semuanya musuh kita.” Dia berkata: “Mungkin mereka musuh kita, tapi mereka manusia. Pergilah dan rawat mereka.”

Waktu itu bulan Ramadhan, sudah tiba waktu shalat subuh. Masjid Kufah sudah penuh. Sayyidina Ali sedang sujud dan ketika mau mengangkat kepalanya, sebuah tebasan telak mengenai kepalanya yang membuatnya luka parah. Suasana di masjid menjadi gempar dan kacau. Pembunuh melarikan diri. Orang- orang berhasil menangkap dan membawanya ke hadapan Sayyidina Ali yang terluka dan bersimbah darah. Beralaskan sajadah Sayyidina Ali berbaring diatas pangkuan putra-putranya. Dia tahu tebasan itu sangat fatal dan dia tidak akan bertahan lagi. Tetapi ketika pembunuhnya digelandang ke hadapannya, dia melihat jerat yang memborgolnya terlalu kencang hingga menyayat dagingnya. Ali melirik kepada kaum Muslim dan berkata: “Seharusnya kalian jangan begitu kejam kepada sesama, kendorkan talinya, tidakkah kau lihat tali ini melukai dia dan membuatnya kesakitan.”


Peribadatan Sayyidina Ali

Sebagai hasil binaan langsung Rasulullah SAW, maka sifat-sifat Sayyidina Ali terbentuk persis seperti sifat- sifat Rasulullah SAW dalam semua seginya,baik ibadah, pemikiran maupun tingkah laku.Ia mengikuti jalan yang ditempuh Rasulullah SAW dan menapaki jejak-jejak langkahnya. Al-Qusyairi menuturkan dalam Tafsir-nya bahwa apabila datang waktu shalat, wajah Sayyidina Ali tampak pucat dan tubuhnya gemetar. Karena itu ada seseorang yang bertanya kepada beliau, mengapa begitu. Ali menjawab, “Telah datang waktu amanat yang dulu ditawarkan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka menolaknya, dan kemudian diterima oleh manusia sekalipun manusia ini lemah. Karena itu, aku tidak tahu apakah aku akan bisa memikul amanat itu dengan baik ataukah tidak.” Sulaiman ibn Al- Mughirah meriwayatkan dari ibunya, katanya, “Aku bertanya kepada Ummu Sa’id, seorang jariah Sayyidina Ali tentang Shalat beliau di bulan Ramadhan.” Ummu Sa’id menjawab, ”Ramadhan dan Syawal, sama saja. Beliau selalu shalat di sepanjang malam.”

Allah SWT begitu agung dalam pandangan Sayyidina Ali, sehingga ibadah yang dilakukan merupakan ungkapan dari rasa cinta dan kerinduan kepada-Nya. Beliau mengungkapkan hubungan dirinya dengan Allah melalui ucapannya yang berbunyi, ”Ilahi, aku tidak menyembah-Mu lantaran takut siksa-Mu, dan tidak pula berharap akan pahala dari-Mu. Tetapi aku menyembah-Mu semata-mata lantaran aku mendapatkan-Mu sebagai Dzat yang semestinya disembah.”


Sayyidina Ali Penghulu Para Sufi

Dalam sebuah buku yang berjudul Hilyah al-Awliya’, diceritakan sejarah para sufi (wali) dari seluruh zaman. Ali bin Abi Thalib menempati urutan pertama. Mengapa harus dimulai dari Ali bin Abi Thalib ? Bukankah sahabat itu banyak ? Itu disebabkan karena di dalam tasawuf, sahabat yang menjadi rujukan adalah Sayyidina Ali. Tokoh-tokoh tasawuf di seluruh negeri Islam bersumber kepadanya dan berhenti di hadapannya. Pada Ali-lah ilmu tarekat bersumber dan pada Ali-lah ilmu tarekat berhenti. Hal tersebut ditegaskan oleh Asy-Syibli, Al-Junayd, Abu Yazid al- Busthami, Abu Mahfuzh al-Kharkhi, dan lain-lain. Begitulah Sayyidina Ali! Sejarah agung sarat dengan peristiwa-peristiwa yang menggambarkan keluhuran budi dan perilakunya, keberanian dan keluasan ilmunya, keutamaan serta kemuliaannya.

Sholawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya..


Sumber

Minggu, 12 Agustus 2012

Dua Perkara

  


Jiwa

“Maka Alloh mengilhamkan pada jiwanya (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah yang menyucikan jiwanya. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
{QS. As-Syams: 8-10}

**********************************************************************************

Dua Hadits Mulia dan Agung

Hadist Pertama:
Dari Abu Zar Al Ghifari dari Rasullah SAW yang mengatakan bahwa Allah SWT telah berfirman:

*.Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezhaliman diantara kalian sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kalian saling menzhalimi.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua sesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri petunjuk.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua lapar, kecuali orang yang telah Aku beri makan, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri makan.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua telanjang, kecuali yang telah aku beri pakaian, maka mintalah pakaian pada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh kalian berbuat dosa pada waktu siang dan malam dan Aku adalah Dzat Yang Maha Mengampuni segala dosa, maka mintalah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dosa kalian.

*.Wahai hamba-hamab-Ku, sungguh sekali-kali kalian tidak mampu melakukan kemudharatanyang dapat menimbulkan kemudharatan kepada-Ku. Sekali-kali kalian juga tidak akan mampu melakukan kemanfaatan yang dapat memberi manfaat kepada-Ku.

*.Wahai hamba-hamba-Ku jikalau kalian yang terdahulu dan yang terakhir dari manusia dan jin semuanya memiliki hati sebagaimana hati orang yang paling taqwa , maka hal itu tidak akan menambah keagungan sedikitpun dalam kerajaan-Ku.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian yang terdahulu dari dan terakhir dari manusia dan jin semuanya memiliki hati sebagaimana hati orang paling durhaka, maka hal itu tidak akan mengurangi kemulian sedikitpun didalam kerajaan-Ku.

*.Wahai hamba-hamba_Ku, jikalau kalian yang terdahulu dan yang terakhir dari manusia dan jin semuanya berada disuatu lapangan, kemudian mereka meinta kepada-Ku, lalu Aku memberi setiap orang sesuai dengan permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi sedikitpun kekayaan yang ada pada-Ku, kecuali seperti halnya air yang menempel pada sebuah jarum ketika jarum tersebut dimasukkan kedalam lautan.

*.Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya amal kalian itu yang Aku hisab, kemudian Aku memberi balasannya secara sempurna. Maka barangsiapa menemukan balasan yang baik hendaknya dia memuji Allah; dan barangsiapa menemukan balasan yang buruk, maka janganlah sekali-kali mencela, kecuali terhadap diri mereka sendiri.

Hadits Kedua,
Dari Abdullah bin Amru bin 'Ash, Rasulullah bersabda:

“Para pengasih akan dikasihi Allah Yang Maha Pengasih, Maha Suci dan Maha Tinggi, kasihilah makhluk yang ada dimuka bumi, niscaya yang ada dilangit (malaikat) akan mengasihi kalian.”

Yang dimaksud dengan makhluk yang ada dimuka bumi itu tidak hanya manusia, tetapi juga termasuk binatang yang kita tidak diperintahkan untuk membunuhnya.

Kita dianjurkan untuk mengasihi sesama manusia, juga makhluk hidup lainnya, dengan memberikan kasih sayang dan mendoakan mereka supaya mendapat rahmat Allah serta ampunan-Nya. Dengan begitu, niscaya malaikat yang ada dilangit, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk bumi akan mengasihi kita.

**********************************************************************************

Dua Bukti Belum Mengenal Allah Dan Dirinya Sendiri

Seorang bijak berkata:
1.Barangsiapa menyangka bahwa ia punya penolong yang lebih utama dan lebih kuat dari pada Alloh, berarti ia benar-benar belum mengenal Alloh dengan baik.
2.Barangsiapa yang menyangka bahwa dirinya mempunyai musuh yang lebih kuat dari pada dorongan nafsunya, berarti ia belum mengenal dirinya dengan baik.

**********************************************************************************

Dua Pencarian

Sayydina Ali Karamallahu Wajhah berkata:
1.Barangsiapa mencari ilmu, berarti dia sedang mencari surga
2.Barangsiapa mencari kemaksiatan, berarti dia sedang mencari neraka.

**********************************************************************************

Dua Aktivitas Utama

Ada yang mengatakan bahwa:
1.Aktivitas utama orang arif (mengenal & mencintai Alloh) adalah memuji Alloh.
2.Aktivitas utama orang zuhud adalah berdoa.

Sebab tujuan orang arif adalah mencari keridhaan Alloh, sementara tujuan orang zuhud adalah mencari pahala Alloh.

**********************************************************************************

Dua Nasehat Tentang Nafsu dan Sabar

Dikatakan bahwa:
1.Nafsu dapat menyebabkan penguasa menjadi budak
2.Sabar bisa menjadikan budak menjadi raja. Tidakkah engkau mengetahui tentang cerita Nabi Yusuf dan Zulaikha?

Nabi Yusuf adalah putra Nabi Ya'qub yang sangat sabar. NabiYa'qub adalah putra Nabi Ishaq yang sangat ramah, sedangkan Nabi Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim, kekasih Alloh.

**********************************************************************************



Keseimbangan Antara Takut dan Harapan

“Jika ditanya, "Jalan mana yang mesti ditempuh, apakah harus menempuh jalan khauf (takut) ataukah harus menempuh jalan raja' (harapan)?" Maka jawablah begini, "Yang baik itu adalah antara khauf dan raja!"
Sebab, ada orang yang berkata, "Barangsiapa terlalu besar harapannya (raja') dikhawatirkan ia akan menjadi golongan Murji'an (yang mengatakan bahwa dosa itu tidak ada bahayanya) atau dia akan menjadi golongan Haromi (yaitu semua yang diharamkan itu dilakukan), karena besar harapan semua dosanya diampuni Alloh.
Dan barangsiapa dikuasai oleh takut (khauf), tidak mempunyai harapan sama sekali, yang ada hanya takut saja, dikhawatirkan dia akan menjadi golongan Haruri (yang mengatakan bahwa semua dosa itu bahaya dan menjadikannya kekal di neraka).”

-- Dikutip dari Minhajul 'Abidin karya Imam Al-Ghazali.
 

Jumat, 18 Mei 2012

Rumi; Iman dan Amal



Tuhan telah memasang tangga di hadapan kita: kita harus mendakinya, setahap demi setahap.

Engkau memiliki kaki: mengapa dibiarkan lumpuh?
Engkau memiliki tangan: mengapa jemarinya tak kau pergunakan untuk menggenggam?

Kehendakmu yang bebas adalah untuk upaya mensyukuri Tuhan atas karunia-Nya; kepasrahanmu yang apatis adalah mencampakkan karunia itu.

Bersyukur karena mampu memilih tindakan akan menambah kesyukuranmu pada-Nya; Kaum Jabariah mencampakkan apa yang telah Tuhan anugerahkan.

Para perampok mengintai di tengah perjalanan: jangan tidur hingga kau lihat gapura dan pintu gerbang!

Apabila kau hendak bertawakkal, bertawakkallah pada-Nya dengan amal! Tebarkan benih, lalu serahkanlah pada Yang Maha Kuasa!

-- Jalaluddin Rumi, Masnavi I. 929; dari buku Nicholson, Reynold A. Jalaluddin Rumi: Ajaran dan Pengalaman Sufi. Juni 2005: Pustaka Firdaus. hal. 44.

Rabu, 16 Mei 2012

Rumi; Kembali Kepada Allah


Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.

Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepadaNya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan, dengan rahmatNya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!

Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!

Kerana Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepadaKu,
kerana Akulah jalan itu.”

Mutiara Ali


“Wahai 'Ali! Karena manusia mencoba untuk mendekati Penciptanya melalui segala bentuk ketakwaan, bawalah dirimu mendekatiNya melalui seluruh kecerdasan, sehingga kau akan tiba Di Sana sebelum mereka semua.”
-- Nabi Muhammad SAW berkata kepada 'Ali bin Abi Thalib

“Ingatlah bahwa penampilan pertamamu di muka bumi ini diawali dengan kebodohan dan ketidaktahuan, kemudian secara bertahap engkau memperoleh pengetahuan. Ada banyak hal di dunia ini yang berada di luar pengetahuan dan pemahamanmu, yang membingungkan dan mengejutkanmu, dan yang tentang engkau tak mengerti "mengapa" dan "bagaimana", serta hal-hal yang tidak dan tidak akan dapat kau ketahui, juga hal-hal yang tidak dapat kau duga dan kau prediksi. Jika ada yang tidak kau pahami, janganlah kamu langsung menolaknya. Ingatlah selalu bahwa ketidak mengertianmu disebabkan oleh prasangka burukmu, buramnya hatimu, kurangnya pengetahuanmu atau kebodohanmu.”
-- Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib

“Janganlah kesulitanmu memenuhi hatimu dengan kegelisahan. Ketahuilah hanya di malam yang paling kelam justru bintang-bintang bersinar lebih terang.”
-- Sayyidina Ali Bin Abi Thalib



Rabu, 08 Februari 2012

Gerak Ini

“Sekiranya matamu terbuka dari mata gaib. Maka atom-atom semesta memiliki rahasia bersamamu. Omongan air, tanah dan bunga - Hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang mengurus hatinya.”

-- Jalaluddin Rumi


Berasal dari sebuah biji yang kecil lalu tumbuh bergerak menjadi batang yang tinggi, menjadi pucuk daun, menjadi ranting, menjadi akar, lalu mati...biji-biji yang lainnya akan berlaku sama seperti itu..

“Sesungguhnya Alloh menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”
{QS. Al-An'am, :95}

Kemudian perhatikan Bumi bergerak , bulan bergerak, atom-atom bergerak pada aturan yang harmoni...

“Alloh-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Alloh mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”
{QS. Ar-Ra'd, 13:2}

Kemudian pandangi seluruh alam semesta, pandanglah dengan hening. Lihatlah alam itu. Semuanya bergerak serentak dengan rencana yang baik dan sempurna, ia tidak berdaya mengikuti kemauan yang tidak bisa dibendung dari dalam..mereka pasrah terhadap gerak Yang Menggerakkan, mereka tidak bisa menolaknya..ada sebuah gerak yang meliputi seluruh alam yang tidak kelihatan, yang tidak bisa dijangkau oleh mata dan perasaan.

"Kepunyaan Alloh-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Alloh Maha Meliputi segala sesuatu."
{QS. An-Nisaa, 2:126}

Akan tetapi gerak itu tampak sekali dengan jelas sehingga bumi itu bergerak, matahari bergerak, tumbuhan bergerak, jantung kita bergerak, atom-atom bergerak. SEMUA MENGIKUTI GERAK HAKIKI, bukan kehendak kita.

Lihatlah sekali lagi dengan seksama, engkau akan melihat Yang Menggerakkan, Yang Hidup, Yang Nyata (Dhohir), Yang Tersembunyi (Bathin), dan Dialah Yang tidak bisa dijangkau oleh kata-kata dan sifat..

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Dzahir dan Yang Bathin, dan Dialah Yang Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.”
{QS. Al-Hadiid, 57:3}

Dan bersujudlah kepada yang TAMPAK itu, bukan kepada alam semesta yang fana, yang bergantung kepada Sang Hidup, engkau akan melihat semua alam bersujud dengan caranya masing-masing.

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang- bayangnya di waktu pagi dan petang hari.”
{QS. Ar-Ra'd, 13:15}

“dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud”
{QS. Asy Syu'araa, 26:219}

“Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada disisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Alloh dan mereka mentasbihkanNya dan hanya kepadaNya lah mereka bersujud.”
{QS. Al A'raaf, 7:206}

Kemudian semuanya bertasbih dengan bahasanya yang khusus.

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” {QS. Al-Isra, 17:44}

“Tidaklah kamu tahu bahwasanya Alloh: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
{QS. An-Nur, 24:41}

Kemudian lihatlah yang menggerakkan jantung anda, jangan lihat jantungnya. Tetapi yang menggerakkan itu, yang amat dekat itu, yang hidup itu, yang kuasa itu, yang lebih dekat dari jantung anda sendiri!

“Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do'a hamba-Nya).”
Huud - Ayat: 61


Maha Suci Engkau..
Maha Suci Engkau..
Maha Suci Engkau..

Sabtu, 14 Januari 2012

Ainul Yaqin



Apakah yang lebih berharga dari pengetahuan Ainul Yaqin?

Ada tiga jenis pengetahuan:
Pertama, pengetahuan indrawi
Kedua, pengetahuan logika
Ketiga, pengetahuan batin

Semua hal yang dapat ditangkap dengan indra manusia adalah pengetahuan indrawi. Semua pengetahuan yang berdasarkan proses penyimpulan sesuai dengan hukum-hukum logika disebut pengetahuan logika. Semua pengetahuan yang dapat disaksikan langsung oleh batin adalah pengetahuan batin.

Semua pengetahuan indrawi dan logika merupakan pengetahuan pengantar menuju pengetahuan batiniah, di mana kebahagiaan muncul bersama munculnya pengetahuan batin ini. Pengetahuan ilmiah maupun logika tidak mensyaratkan kesucian pada diri seseorang. Tapi, pengetahuan batiniah tercapai sejauh kesucian tercapai.

Untuk mengembangkan pengetahuan, seseorang dapat dengan mudah melakukannya dengan cara membaca buku. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil membaca buku-buku tersebut mungkin menempati posisi yang sangat penting, tergantung jenis dan kualitas keilmuannya. Di sisi lain, pengetahuan yang diperoleh melalui perenungan, pengetahuan yang diperoleh melalui indra batin, yaitu pengetahuan batiniah, juga menempati posisi yang sangat penting. Terlebih penting, karena ketercapaiannya pengetahuan batiniah berarti tercapainya kebahagiaan. Pengetahuan ini pula yang dimaksud dengan hikmah di dalam filsafat Isyraqiyah:

“Dalam hal ini, hikmah itu bukan merupakan teori yang diyakini oleh seseorang, melainkan perpindahan rohani secara praktis dari alam kegelapan, yang di dalamnya pengetahuan dan kebahagiaan merupakan hal yang mustahil, kepada cahaya yang bersifat akal, yang di dalamnya pengetahuan dan kebahagiaan dicapai bersama-sama.”
(Siti Maryam, Rasionalitas Pengalaman Sufi, hal. 52)

Melalui pengamatan, observasi atau eksperimen, pengetahuan seseorang akan terus berkembang. Itu adalah pengetahuan ilmiah. Tetapi, bagi manusia tidaklah cukup berhenti pada pengetahuan ilmiah saja. Sebab, segenap pengetahuan ilmiah tersebut harus difahami saling keterkaitannya satu sama lain secara logika. Oleh karena itu, batin perlu berkembang. Ketika batin berkembang, daya logika mulai bekerja. Karena itu pengetahuan ilmiah akhirnya menempati kedudukan sebagai premis-premis bagi terlahirnya filsafat.

Setelah sampainya pada filsafat, yang terlahir dari berbagai pengetahuan ilmiah tersebut, manusia akhirnya tersadar bahwa ada fakta-fakta yang tidak dapat terjangkau oleh panca indra. Tidak terjangkaunya pengetahuan tersebut, bisa jadi karena objek yang jauh atau tersembunyi, dan bisa juga karena jenis objek yang memang  tidak terjangkau oleh kemampuan panca indra.

Bakteri, misalnya, dia tidak bisa terlihat oleh mata secara langsung. Tetapi, melalui hipotesa, keberadaan bakteri tersebut dapat diketahui. Untuk membuktikan kebenaran hipotesa tersebut, manusia berupaya menciptakan alat yang bisa melihat objek-objek mikroskopis. Alat itu kini disebut mikroskop.

Objek-objek mikroskopis itu merupakan objek-objek ilmiah yang tidak terlihat secara langsung, tapi dapat dilihat oleh pancaindra dengan bantuan suatu alat. Tidak terlihatnya objek-objek mikroskopis tersebut tergolong kepada kategori 'objek yang tersembunyi', dan bukan objek dengan jenis yang benar-benar tidak dapat dijangkau oleh pancindra. Sedangkan sebagian objek, benar-benar tidak terjangkau oleh panca indra, dimana tidak ada alat apapun yang bisa membuat panca indra melihatnya.

Misalnya 'kebahagiaan'. Sudah sangat jelas bahwa kebahagiaan itu merupakan sesuatu 'yang ada'. Walaupun ada, ia tidak dapat dilihat oleh mata, tidak juga dapat dirasakan oleh kulit. Itulah jenis objek dari jenis 'yang tidak terjangkau panca indra', tetapi dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh batin. Oleh karena itu, objek-objek seperti kebahagiaan disebut dengan pengetahuan batiniah.

Pengetahuan batiniah, tidak hanya meliputi pengetahuan yang menyangkut mental manusia. Tetapi, lebih luas dari itu. Apa yang umumnya disebut dengan 'alam gaib', itu juga tidak dapat terjangkau oleh panca indra, tapi dapat terjangkau oleh batin. Sebagai contoh, bagaimana Suhrawardi dapat menjelaskan asal mula kejadian alam semesta melalui dzauq (pengetahuan batin), dan bukan melalui penelitian ilmiah. Dan melalui dzauq pula Suhrawardi dapat menjelaskan pengetahuan serupa ini:

“Essensi Cahaya Absolut Yang Pertama, Tuhan, selalu memberi iluminasi dan dengannya mewujudkan dan membawa segala sesuatu menjadi wujud, serta memberi kehidupan kepada wujud-wujud itu dengan sinarnya. Segala sesuatu yang ada di dunia berasal dari cahaya esensiNya. Dan semua keindahan dan kesempurnaan adalah pemberian kemurahanNya. Dan benar-benar mencapai iluminasi ini berarti keselamatan (29).”
(Siti Maryam, Rasionalitas Pengalaman Sufi, hal. 61)

(29) al-Chulw dalam al-Mausu`ah, hlm. 110


Suhrawardi berbicara tentang cahaya absolute, dan proses terjadinya segala sesuatu. Pengetahuan ilmiah saja tidak akan sanggup menjangkau semua hal itu. Tetapi, mungkin orang-orang akan lebih memilih pengetahuan ilmiah dari pada pengetahuan batiniah, karena beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah itu dapat dibuktikan kebenarannya oleh setiap orang, terutama bila sang penemu telah menjelaskan prosedur pembuktiannya. Jika seseorang mau menempuh prosedur ilmiah tersebut, tentulah bukti-bukti kebenaran ilmiahnya dapat ditemukan orang itu. Sebenarnya, pengetahuan batiniah pun dapat dibuktikan, dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur ilmiah.

Jika Anda merasa bahagia, maka bagaimana langkah-langkah ilmiah yang dilakukan untuk membuktikan pada orang lain bahwa Anda sedang merasa bahagia?
Lebih dari itu, di dalam diri Anda itu terdapat banyak sekali gejolak mental yang sama sekali tidak dapat diketahui dan difahami oleh orang lain, kecuali berita dari Anda sendiri. Sedangkan diri Anda itu merupakan micro cosmos, miniatur alam semesta ini. Semakin Anda mengenali diri Anda, berarti Anda semakin memahami hukum-hukum alam semesta. Masalahnya, setelah Anda menemukan hukum-hukum alam di dalam diri Anda sendiri, lantas bagaimana Anda membuktikan kebenaran semua itu kepada orang lain?

Prosedur umum dari pembuktian pengetahuan batiniah adalah melalui konsentrasi, pencapaian ketenangan serta pengenalan terhadap diri sendiri. Prosedur khususnya mungkin bisa lebih banyak dari pada itu. Jika Anda telah mengetahui bahwa yang disebut kebahagiaan oleh umumnya orang itu sebenarnya ada "kebahagiaan yang destruktif" dan ada "kebahagiaan yang konstruktif". Kemudian Anda mengabarkannya kepada orang lain. Kemudian, agar orang lain memahami bahwa apa yang Anda kabarkan itu benar, maka tentulah tidak dengan cara "lihatlah jenis-jenis kebahagiaan yang ada di dalam hatiku", tapi dengan cara "perhatikanlah, jenis-jenis kebahagiaan yang ada di dalam hatimu sendiri".

Orang yang kurang peka, kurang memahami perasaan orang lain. Bahkan perasaannya sendiripun kurang dapat ia fahami. Tetapi dengan lebih menyelami perasaan sendiri, maka ia akan jauh lebih faham tentang apa yang ada di dalam hati orang lain. Demikianlah salah satu karakteristik pengetahuan batiniah.

Pada tahap yang lebih tinggi, kemampuan seseorang dalam berkonsentrasi (khusyuk) serta mengamati diri sendiri, akan sampai pada pengetahuan tentang alam semesta dan asal mulanya segala sesuatu.

Pengetahuan apapun yang dikatakan orang diperoleh secara ilmiah, sesungguhnya dapat diperoleh secara batiniah. Hal ini selaras dengan firman Alloh:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa dia itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. 41:53)

Hanya, sejauh dan sebanyak mana pengetahuan tersebut diperoleh manusia ditentukan oleh kualitas batin masing-masing.

Ayat-ayat Alloh disegenap ufuk itu adalah alam semesta ini, yaitu pengetahuan ilmiah. Tapi, pengetahuan ilmiah itu merupakan tangga terendah dalam hirarki pengetahuan. Tangga berikutnya adalah Logika. Akhirnya sampai pada tangga terakhir, yaitu pengetahuan batiniah.

Pengetahuan jenis yang terakhir ini sesungguhnya meliputi keseluruhan pengetahuan. Selaras dengan kalimat "Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?". Karena Tuhan adalah realitas tertinggi, Dia meliputi segala sesuatu. MengenalNya, berarti memahami segala sesuatu. Dia dikenali melalui pengenalan diri, sebagai prosedur umum pencapaian pengetahuan batiniah. maka dari itu dikatakan "dan (ayat-ayat Alloh itu ada) pada dirimu sendiri".

Orang kafir atau orang jahat sekalipun yang akalnya diliputi oleh ar-rijsa tidak terhalang dari mengetahui pengetahuan indrawi maupun logika. Selama ia memiliki otak yang normal, tidak gila atau idiot, ia mampu menyerap pengetahuan-pengetahuan itu, menjadi orang terpelajar, cendikiawan dan dapat disebut ahli ilmu. Tetapi, pengetahuan batin tidak dapat dicapai oleh mereka yang akalnya diliputi oleh rijs. Dan mereka yang dianugrahi al-hikmah adalah mereka yang bersih dari ar-Rijsa, yaitu kabut gelap yang menghalangi akal dari memahami objek-objek pengetahaun batin.

“Alloh menimpakan rijs kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.”
(QS. Yunus, 10:100)

“tidak menyentuhnya (memahami makna kandungan al-Quran) kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (QS. 56:79)

Selama batin diliputi oleh noda dan dosa, jangan harap dapat memahami objek-objek batiniah yang menjadi objek pembicaraan ayat-ayat Al-Qur'an. Hanya dengan penghancuran noda-noda itulah, objek-objek batiniah seperti 'neraka jahim' dapat dilihat secara langsung. Pengetahuan langsung ini adalah Ainul Yaqin.

“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin,” (QS. 102:5-7)

Manusia yang melihat neraka jahim dengan ainal yaqin, mereka itulah yang perbuatanya tercegah dari dosa. Pengetahuannya itulah yang mencegahnya dari dosa. Bagaimana mungkin seseorang akan kuat berbuat dosa, sementara dia dapat melihat secara langsung bagaimana ngerinya neraka jahim?

Hafalan-hafalan, pemahaman-pehaman manusia yang bersifat teoritik terhadap Al-Qur'an dan Hadits, tidak menjamin seseorang tercegah dari dosa. Lembaga-lembaga agama pun, yang berisi para inetelek agama bisa dipenuhi dengan manusia-manusia korup yang dipenuhi nafsu keduniawian. Dalil dan ayat hanya digunakan sebagai kedok, cara melindungi diri dan menyerang pihak lain. Satu-satunya pengetahuan yang dapat mencegah manusia dari perbuatan dosa 'secara paksa' adalah pengetahuan batin. Dengan kata lain, bila seseorang telah mencapai 'ainal yaqin' , maka Alloh akan menganugrahkan kepada dirinya sebuah kekuatan yang akan memaksa dirinya untuk senantiasa berbuat kebajikan dan mencegahnya dari berbuat kemaksiatan. Dia menjadi tidak dapat lari dari perbuatan baik kendatipun dia berupaya menghindarinya dan tidak akan mampu berbuat kejahatan, kendatipun dia mencoba melakukannya. Maka, apakah yang lebih berharga dari pengetahuan Ainal Yaqin?

“Pengetahuan Ainul Yaqin ini adalah suatu pengetahuan pasti akan suatu sebab akibat perbuatan maksiat dan dosa yang tidak dapat diragukan lagi, yaitu manakala seseorang mencapai drajat (maqam) ketakwaan yang menjadikan dirinya dapat meraba akibat dari semua akibat di alam akhirat nanti dengan segala konsekuensinya.”
(Ali Umar Al-Habsyi, Dua Pusaka Nabi, Hal. 298).

Pengetahuan ini hampir sama dengan pengetahuan ahli sorga yang telah bermukim di dalamnya terhadap perikeadaan sorga, dan hampir sama dengan pengetahuan ahli neraka yang telah bermukim di dalamnya terhadap neraka, yakni dia tidak hanya mengetahuinya secara kognitif, melainkan 'dapat merabanya', di mana semua pengetahuan tentang sorga neraka itu seakan selalu digambarkan kepadanya melebihi gambaran audio visual tercanggih.

“Pengetahuan seperti itu dapat menjadikan penyangdangnya sebagai manusia ideal yang tidak akan melanggar firman Tuhan sedikitpun dan tidak akan berjanja dari garis-garis yang telah digarikan oleh Nya dalam kehidupannya, bahkan bukan hanya kemasiatan saja yang sirna dari lembaran-lembaran kehidupannya, akan tetapi sekedar berpikir tentangnya saja tidak akan dapat jalan ke pikiran dan hatinya.”
(Ali Umar Al-Habsyi, Dua Pusaka Nabi, Hal. 299)

Pengetahuan Ainul Yaqin adalah pengetahuan yang menjadi sebab kemaksuman para Imam a.s. tetapi kesempatan memperoleh anugrah Ainal Yaqin tidak hanya diberikan kepada mereka para imam a.s, melainkan juga kepada seluruh manusia yang ingin mencapainya. Bahkan seluruh ajaran agama yang haq adalah agar manusia mencapai pengetahuan Ainul Yaqin. Inilah makfiratullah. Mereka yang memahami ajaran agama secara teoritik saja, tanpa upaya mencapai perwujudan cahaya ilahiah di dalam batinnya, itulah sebenarnya yang disebut dengan Ahlul Kitab, ahli penghafal kitab, ahli teori kitab, ahli berdebat menggunalan dalil-dalil kitab, ahli mengutip pendapat orang lain, penganut agama buku, tapi mereka tidak berkembang secara ruhaniah.