Jumat, 26 Juli 2013

Rumi; Merdeka Ketika Berserah Diri



Semula ingin kuceritakan padamu kisah hidupku,
tetapi gelombang kepedihan tenggelamkan suaraku.

Kucoba utarakan sesuatu,
tetapi pikiranku rawan dan remuk,
laksana kaca.

Bahkan kapal paling megah bisa karam
dalam gelombang-badai Laut Cinta
apalagi biduk rapuhku,
remuk berkeping-keping:
tinggalkan ku sendiri, hanyut,
hanya berpegangan ke sepotong papan.

Kecil dan tak berdaya
timbul tenggelam dalam terpaan ombak,
sampai tak kuketahui apakah aku ada
atau tiada.

Ketika menurutku aku ada,
kudapati diriku tak berharga.

Saat ku tiada,
kudapati nilai-nilai sejati diriku.

Seturut pasang-surut akalku,
tiap hari mati aku, dan dihidupkan lagi;
karenanya tak kuragukan sedikit pun
adanya Hari Kebangkitan.

Ketika telah lelah,
ku berburu cinta di alam dunia ini,
akhirnya di Lembah Cinta ku berserah-diri:
dan aku merdeka.

-- Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1419.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Azima Melita Kolin dan Maryam Mafi, dalam Rumi: Hidden Music, HarperCollins Publishers Ltd, 2001.

Rabu, 24 Juli 2013

Rumi; Tidurlah...



Kalian yang tak memiliki Cinta, adalah ini sah bagi kalian: tidurlah terus; enyahlah, karena Cinta dan kepedihan Cinta itu teruntuk bagi kami—tidurlah terus.

Kami telah menjadi debu matahari duka bagi Yang Tercinta: kalian yang tak pernah merasakan timbulnya gairah ini di hati—tidurlah terus.

Dalam mencari persatuan dengan Dia yang tak putus-putusnya kami bergegas bagai sungai; kalian yang tak pernah dirisau kepedihan oleh pertanyaan
“Di manakah Dia?”—tidurlah terus.

Jalan Cinta berada di luar dua puluh tujuh tarekat; karena cinta dan lakumu hanya tipuan dan kemunafikan semata, tidurlah terus.

Piala fajarnya ialah terang surya bagi kami, remang samarnya ialah santapan petang bagi kami; kalian yang hanya mendambakan pangan dan inginkan makanan, tidurlah terus.

Dalam mencari zat mukjizat kami luluh bagai tembaga; kalian, dengan zat mukjizat kalian yang hanya berupa bantal dan kawan seranjang, tidurlah terus.

Bagai pemabuk kalian jatuh dan bangun di mana-mana, karena malam telah berlalu dan kini tiba saatnya buat berdoa; tidurlah terus.

Karena nasib telah menghalang tidur bagiku, wahai orang muda, pergilah; karena tidur telah lewat bagimu, maka kau pun dapat menebusnya kini; tidurlah terus.

Kami telah jatuh ke tangan Cinta—apa yang akan diperbuat Cinta? Karena kalian ada di tangan kalian sendiri, maka pindahlah ke tangan kanan kalian—tidurlah terus.

Aku si peminum darah; kau si pelahap pangan; karena pangan sudah tentu menghendaki tidur, maka tidurlah terus.

Aku tak lagi mengharapkan pikiran dan pertimbanganku; kau mengharapkan pikiran yang segar dan bersari buah—tidurlah terus.

Telah kurobek pakaian ucapan dan kubuang segala kata; kau yang tak telanjang, memiliki jubah—tidurlah terus.

Jumat, 19 Juli 2013

Rumi - Pagelaran Hal-hal yang Berlawanan


Sudah menjadi Kehendak dan Keputusan Dia,
sang Maha Pengampun,
untuk memperkenalkan dan menyingkapkan Diri-Nya.

Tetapi takkan sesuatu dikenali
kecuali jika ada lawannya,
dan Raja tak-Tertandingi itu tak terbandingkan.

Maka diangkatnya seorang khalifah,
seorang insan pemilik qalb,
agar menjadi cermin yang menampikan kedaulatan-Nya.

Lalu dilimpahkan padanya kemurnian tak-terhingga,
dan dari kebalikannya ditampilkan lawannya,
yang berasal dari kegelapan.

Berkibar dua panji berlawanan, putih dan hitam:
Yang pertama Adam; dan lainya Syaithan,
sang penghalang jalan menuju kepada-Nya.[1]

Diantara ke dua kubu ini,
berlangsung pertentangan dan perang;
dan melalui hal-hal itu terjadilah
apa-apa yang harus terjadi.

Demikianlah, pada generasi berikutnya
tampillah Habil; sedangkan saudaranya,
Khabil, menentang cahaya murninya.[2]

Lalu, pertentangan ke dua panji itu:
keadilan melawan ke-tidak-murni-an,
memasuki masa kekuasaan Namrud.

Dia menentang dan memusuhi Ibrahim,
dan tentara ke duanya berperang
dan bertempur satu sama lain.

Sampai akhirnya,
Dia berkehendak mengakhiri sengketa itu,
api-Nya menjadi alat penentu diantara mereka.

Lalu dia mengangkat hamba-Nya, sang Api,
menjadi pemutus perkara ini: sehingga persoalan
diantara mereka dapat ditentukan.[3]

Generasi demi generasi berlalu,
sampai pertentangan ke dua kubu itu
memasuki masa Fir'aun dan Musa yang bertakwa.

Pertentangan diantara ke duanya
berlangsung bertahun-tahun.
Terjadi bermacam pelanggaran berat
yang melampaui batas,
dan menyebabkan banyak penderitaan.

Saat itu, Dia menjadikan Air sebagai utusan-Nya,
Laut lah yang menentukan siapa yang benar
diantara mereka yang bersengketa.[4

Pada masa ketika Mushtafa hadir bertugas,
dia berhadapan dengan Abu Jahl,
pemimpin ke-tidak-adilan.

Di masa kaum Tsamud,
Dia mengutus Suara sebagai abdi-Nya,
gelegar Suara dahsyat mematikan mereka.[5]

Di dalam penghancuran kaum 'Ad,
hamba-Nya yang bertugas adalah Angin,[6]
yang bergemuruh, bergerak naik, dengan cepat.

Ketika Dia mengutus hamba-Nya yang teliti, Bumi,
sebagai utusan kepada Qarun:
dihias-Nya sifat lembut bumi dengan permusuhan.
Saat itu, kelembutan Bumi berubah
menjadi kemurkaan, sehingga
ditelannya Qarun beserta harta-bendanya.[7]

Perhatikanlah fungsi makanan bagi tegaknya tubuhmu,
roti itu ibarat baju zirah yang menahan tombak lapar.
Tapi ketika Dia menaruh kemurkaan dalam rotimu,
roti akan melekat pada kerongkonganmu,
dan membuatmu tersedak sampai terasa tercekik.

Atau ketika pakaianmu
--yang seharusnya melindungimu dari hawa dingin--
dibuat-Nya dingin, setajam es.

Maka segera kau tanggalkan baju-bulu hangat,
dan beralih berlindung kepada hawa dingin.

Pengetahuanmu belum memadai;
ibarat air, jumlah dan kemurniannya
masih tak mencukupi untuk bersuci:
kau lupakan azab yang menimpa
pada hari ketika awan menaungi.[8]

Di kota dan desa,
kepada setiap rumah dan dinding,
turunlah perintah -Nya: "Jangan beri naungan,
Jangan tepis hujan maupun cahaya matahari;"

sehingga kaum itu semua bergegas
menemui Syu'aib, Sang Utusan,
Sambil menjerit, Kasihanilah kami,
wahai Pangeran! Kami seperti telah mati.
Bacalah kisah selanjutnya dalam Al Qur'an.

Kenanglah bagaimana Dia yang Maha Terampil
mengubah tongkat Musa menjadi seekor ular-naga,
itu saja cukup sebagai contoh bagimu,
seandainya kau cukup cerdas.[9]

Kau miliki perangkat akal,
tapi tak cukup dalam kau merenung:
bagai musim dingin membeku,
tak kunjung mengalir ke musim semi.

Karenanya, sang Maha Perancang,
yang membentuk pikiran berkata,
Wahai hambaku, renungkanlah dalam-dalam.

Dia tak berkata, tempa lah besi yang dingin,[10]
tapi maksudnya, wahai engkau yang sekeras besi,
dedikasikanlah dirimu bagi Dawud.[11]

Jika tubuhmu seperti mati,
cari lah pertolongan Israfil;[12]
jika hatimu membeku,
carilah kehangatan Ruh al-Quds.

Jika berlama-lama kau kungkung dirimu
dalam selimut pakaian khayalan,
segera kau dapati pikiranmu berubah jahat.

Sehingga Akal Sejati tanggal:
tak didapati persepsi yang sejati
tak pula diperoleh pengalaman kesejatian.

Disini aku harus menahan lisanku,
jika kukatakan yang sebenarnya,
akan banyak penyingkapan yang mempermalukan.

Apakah sebenarnya arti iman?
Maknanya: yang menyebabkan mata-air-sumber mengalir.
Ketika janin keluar dari rahim,
ia disebut rawan.[13]

Filsuf yang sejati itu
orang yang jiwanya telah dimerdekakan
dari kungkungan penjara tubuh,
lalu berkelana (rawan) di taman Kesejatian.

Ke dua hal pokok di atas itu didapat melalui anugerah,
maka perhatikan lah dengan cermat;
Semoga engkau terberkati.


Catatan:
[1] "... Dan syaithan jadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, dan menghalangi mereka dari jalan (Allah) ..." { QS. Al 'Ankabuut, 29:38}
[2] "Ketika ke dua putera Adam a.s, Qabil dan Habil diperintahkan berkurban, maka kurban Qabil ditolak. Adiknya, Habil berkata, "... Sesungguhnya Allah hanya mengabulkan dari (orang-orang) al-Mutaqiin." {QS. Al Maa-idah, 5:27}
[3] "Kami berfirman, 'Wahai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim." {QS Al Anbiyaa, 21:69}
[4] "... maka Kami tenggelamkan dia serta mereka yang bersamanya, seluruhnya." {QS. Al Israa, 17:103}
[5] Kaum Tsamud yang tinggal di daerah Hijr akhirnya "... dibinasakan oleh suara yang menggelegar di waktu subuh." {QS. Al Hijr, 15:83}
[6] "Adapun kaum 'Aad, mereka telah dibinasakan oleh angin yang sangat dingin lagi kencang." {QS. Al Haaqqah, 69:6}
[7] "Maka Kami benamkan ia beserta rumahnya kedalam bumi. Maka tiada baginya suatu golonganpun yang menolong dari adzab Allah, dan tiada pula ia yang dapat membela diri." {QS. Al Qashash, 28:81}
[8] "Kemudian mereka mendustakannya (Syu'aib), lalu mereka ditimpa 'adzab, pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya 'adzab itu hari yang agung ('adziim)." {QS. Asy Syu'araa, 26:189}
[9] "Kemudian Musa melemparkan tongkatnya, maka tongkat itu menelan apa yang mereka ada-adakan."{QS. Asy Syu'ara, 26:45}
[10] Maksudnya, menghabiskan daya dan waktu dalam pemikiran spekulatif.
[11] Nabi Dawud a.s, Insan Kamil yang bertugas ketika Bani Israil diboikot habis sehingga tak memiliki kekuatan apa pun;
"Dan telah Kami ajarkan kepada Dawud, membuat baju besi untukmu, guna melindungimu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kau bersyukur."{QS. Al Anbiyaa, 21:80}
Maksudnya, agar orang-orang kuat, cerdik-cendekia atau berkuasa tidak sekedar asyik-tenggelam dalam pameran kecerdasan atau kekuasaan mereka; tapi mendaya-gunakannya untuk mencari amal-shaleh dalam bimbingan insan kamil yang yang dihadirkan hidup pada zaman mereka.
[12] Sang malaikat Pemegang Sangsakala Hari Kiamat.
[13] Yang bergerak, mengalir.

-- Rumi: Matsnavi VI:2151 - 2189.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Rumi - Datang Semata Untuk Bersaksi

Kehadiran kita di ruang sidang Sang Hakim ini [1] untuk membuktikan kebenaran pernyataan kita, “kami bersaksi,” ketika dalam Perjanjian itu kita ditanyai, “bukankah Aku Tuhanmu?” [2] Karena kita telah membenarkan, maka dalam persidangan ini ucapan dan tindakan kita menjadi saksi dan bukti bagi kesepakatan itu.

Ruang sidang Sang Hakim bukanlah tempat untuk membisu. Bukankah kita datang kesini untuk memberikan persaksian? Wahai saksi, berapa lama lagi engkau diperiksa di ruang sidang Sang Hakim? Segeralah berikan pernyataanmu. Engkau telah dipanggil ke sini, dan telah datang engkau, [3] semata untuk bersaksi.

Lalu mengapakah engkau bersikukuh diam? Di ruang tertutup ini engkau ikut menutup mulut maupun tanganmu. [4] Kecuali engkau berikan pernyataan itu, wahai saksi, bagaimana caranya engkau akan keluar dari sidang ini? [5] Inilah urusanmu di alam ini. Kerjakan tugasmu dan segeralah berlalu, jangan memanjangkan yang ringkas, sampai melelahkan dan menjengkelkan dirimu sendiri.

Bergantung kepada perjanjian yang telah engkau sepakati: apakah kiprah pernyataanmu perlu digelar disini selama seratus tahun atau sekejap mata; serahkan amanah itu dan bebaskan dirimu sendiri.

[6] Apakah yang perlu dinyatakan? (Terungkapnya) khazanah yang tersembunyi di dalam dirimu: melalui ucapan, tindakan atau apa saja. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan rahasia yang tersembunyi di dalam inti substansi jiwamu. Sementara substansi sejati dirimu itu tetap; refleksinya, berupa kata atau amal, langsung menghilang segera setelah ditampilkan.

Jejak emas pada Batu-uji tidaklah menetap, [7] tetapi emasnya sendiri tetaplah terpuji dan murni. Demikianlah, shalat, puasa dan jihadul-akbar ini, tidaklah terus tampil diamalkan, tetapi ruh mereka tetap senantiasa terpuji. Jiwa merefleksikan bentuk-bentuk kata dan amal semacam ini: substansinya menyentuhkan diri kepada Batu-uji berupa Perintah Ilahiah. Seakan dia berkata, “imanku sempurna, inilah saksi-saksinya!”

Jadi, jika ada keraguan maka itu berkaitan dengan para saksi. Ketahuilah, kebenaran para saksi mestilah diperiksa: sarana untuk mengetahui benar tidaknya adalah pada keikhlashan; kebenaranmu selaras dengan keikhlasanmu.

Persaksian kebenaran kata-katamu adalah dalam memenuhinya ketika diuji; sedangkan persaksian kebenaran amalmu adalah dalam mengerjakan amal yang sesuai dengan Perjanjian.

Persaksian ucapan tertolak jika mengatakan hal yang salah; sedangkan persaksian amal tertolak jika tidak lurus. Ucapan dan tindakanmu seyogyanya tidak saling bertentangan, agar persaksianmu segera diterima. “Dan usahamu beraneka-ragam;” dirimu [8] dalam pertentangan: engkau memintal pada siang hari, tetapi pada malam hari kau urai kembali pintalanmu. [9]

Siapakah yang mau mendengar pernyataan yang penuh pertentangan, kecuali Sang Hakim memperlihatkan kelapangan-Nya?

Kata dan amal-tindakan mengejawantahkan fikiran dan maksud tersembunyi, keduanya membongkar rahasia yang semula terhijab. Wahai pembantah, selama engkau menentang para Waliyullah, maka mereka akan menentangmu. [10] “Maka tunggulah mereka, sesungguhnya mereka menunggu pula.” [11]

-- Rumi: Matsnavi, V no 174 – 182, 246 – 260, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)

Catatan:
[1] Ruang sidang = alam dunia ini.
[2] QS [7]: 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
[3] Telah dihadirkan, telah dihidupkan di alam yang ini, melalui kelahiran kita.
[4] Umumnya jiwa, ketika hadir di alam ini, telah melupakan rumah sejatinya dan Perjanjiannya dengan Tuhan, sehingga hanya bisa membisu.
[5] Sejauh mana Perjanjian itu dipenuhi akan menentukan cara beranjak dari alam dunia ini ke alam-alam selanjutnya.
[6] Setiap orang satu tugas unik. Para nabi adalah contoh terbaik dalam kiprah persaksian perjanjian. Ada diantara mereka yang kiprah tugasnya berlangsung selama ratusan tahun.
[7] “Batu-uji:” zaman dulu kemurnian emas diperiksa dengan menggosokkannya pada Batu-uji.
[8] QS [92]: 4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
[9] Mengingatkan kepada QS [16]; 92, “… dan janganlah engkau seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…”
[10] Periksa misalnya QS[10]: 62. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
[11] QS [44]: 59. Maka tunggulah; sesungguhnya mereka itu menunggu (pula).


Seseorang yang mempelajari ilmu tauhid atau mengenalNya tentu tidak akan kesulitan dalam menerjemahkan apa yang dimaksud dalam puisi Rumi ini, Maha Suci Engkau. *Tabik!

Rumi - Tingkatkan Pencarianmu


Jika terus kau jaga harapanmu,
yang merindu pada Langit,
walau sampai gemetaran engkau
bagai daun diterpa angin,
maka air dan api ruhaniyah akan muncul,
dan meningkatkan kesejatianmu.

Tak diragukan lagi,
rindumu itu yang kan membawamu sampai ke sana.

Jangan hiraukan kelemahanmu,
yang harus kau jaga itu kedalaman rindumu.

Sesungguhnya pencarian ini
adalah janji Tuhan dalam dirimu,
karena setiap pencari layak dapatkan
apa yang dicarinya.

Tingkatkan pencarianmu,
sampai qalb-mu merdeka dari penjara
--yaitu ragamu sendiri.

Biarkan saja orang awam mengatakan,
"sungguh malang nasibnya, dia telah mati,"
mereka tak mendengar jawabanmu,
"sesungguhnya aku hidup, wahai orang lalai,

Walaupun, seperti raga yang lain,
tubuhku telah dikuburkan,
ke delapan surga memekar dalam qalb-ku."

Ketika jiwa bercengkerama di taman
penuh berbagai bunga indah,
tak perlu dirisaukan raga yang berkalang tanah.

Bagi jiwa yang telah tersucikan,
sama sekali tidak menjadi soal jika raganya
dimakamkan di kuburan indah atau seadanya.

Malah sebenarnya, dari alam jiwa nan penuh-warna, dia berseru, "... seandainya saja kaumku mengetahui." [1]

Jika jiwa tak memiliki suatu kehidupan yang berbeda dari raga,
lalu untuk siapakah Langit disiapkan
sebagai istana bagi kehidupan abadi?

Jika jiwa tak memiliki suatu kehidupan yang berbeda dari raga,
kepada siapakah ditujukan janji,
"Dan di Langit terdapat rezekimu."[2]


Catatan:
[1] QS. YaSin, 36:26.
[2] QS. Adz-Dzariyat, 51:22.

-- Rumi: Matsnavi V: 1731 - 1742
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Juga terdapat pada terjemahan versi Camille dan Kabir Helminski dalam Rumi: Jewel of Rememberance Threshold Books, 1996 yang bersumber terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra.

Rumi; Wahai Pencari, Berhijrahlah!


Jika pohon punya sayap atau kaki, tentulah ia bisa bergerak, sehingga tak diterimanya sakit dari mata gergaji atau dari pukulan kampak. Dan jika matahari tak bergegas ketika malam tiba, bagaimanakah bumi akan diterangi ketika fajar merekah.

Dan jika air tidak menguap dari laut ke langit, kapankah taman akan dialiri sungai dan dibasahi hujan. Ketika setitik benih bergerak dari sumbernya ke tujuan, ditemukannya rumahnya, dan lalu menjadi sebutir mutiara.

Bukankah Jusuf, walau sambil berlinang air-mata, mengembara meninggalkan ayahnya. Bukankah dalam pengembaraan itu, dia menemukan kerajaan, ketenaran dan kemenangan?

Bukankah Mustapha berhijrah, dan di Madinah memperoleh kedaulatan, dan menjadi tuan dari berbagai negeri?

Kalaupun kaki tak engkau miliki, tempuhlah hijrah di dalam dirimu sendiri, (Itu) bagaikan tambang merah-delima mulai tersingkap oleh secercah cahaya matahari.

Wahai pencari, berhijrahlah, keluar dari kampung halamanmu, menuju ke kedalaman dirimu sendiri.
Karena dengan hijrah seperti itu, bumi menjadi tambang emas. Dari yang semula masam dan pahit, berkembanglah menjadi sesuatu yang manis. Bahkan dari tanah yang tandus, tumbuh berbagai jenis buah-buahan.

Lihatlah kejaiban ini, yang tergelar di bawah matahari kebanggaan Tabriz. Karena semua pohon mendapatkan keindahannya dari cahaya matahari.

-- Rumi: Divan Syamsi Tabriz no 27, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson

Rumi - Kuasa Pikiran


Wahai pencari,
pikiran memiliki kuasa atas dirimu:
mendadak engkau sedih,
mendadak engkau gembira.

Engkau terbakar dalam api.
Tapi Aku takkan mengeluarkanmu,
sampai engkau matang,
sampai engkau bijak,
sampai Sang Pribadi Sejatimu tampil.

-- Rumi: Rubaiyat, F#1923
Diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Jonathan Star
Berdasarkan terjemahan literal oleh Shahram Shiva.
Dari Rumi: In the Arms of the Beloved, hal 89.

Rumi - Tujuan Tunggal


Kecuali seseorang memerangi dirinya sendiri,
jiwanya takkan sungguh-sungguh mati,
maka takkan pernah dia kuasai
rahasia penyatuan.

Maksudnya bukan Tuhan mengejawantah,
tapi diri yang mati dari keakuannya.
Tujuan pencarian lainnya sangat tidak penting
dan jelas seluruhnya tidak benar.

-- The Rubaiyat of Jalal Al-Din Rumi, 1949. Oleh: A.J. Arberry.

Rumi; Musuh Terbesarmu


Jika bukan karena perkasanya keakuanmu sendiri,
yang telah menyergapmu dari dalam,
takkan penghadang dari luar diri
mampu mencelakaimu.

Karena tuntutan syahwatmu,
hatimu telah tersandera oleh kerakusan,
cinta-dunia dan niat-buruk.

Sekian lama terpenjara didalam dirimu sendiri,
engkau berubah menjadi pencuri rakus,
yang semakin lemah dihadapan kuasanya.

Simaklah nasehat Sang Nabi nan bijak-bestari:
"Musuh terbesarmu berada diantara ke dua sisimu."

-- Rumi: Matsnavi III: 4063 - 4066
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Kamis, 18 Juli 2013

Rumi; Ke Arah Mana Hasratmu?



Sebagian kita betah berada di rumah,
sementara yang lainnya senang bepergian.

Hening menyepi di gunung,
nyaman bagi sebagian orang,
tapi membosankan buat yang lain.

Setiap kita diciptakan
untuk sebuah amal tertentu,
dan hasrat akan amal itu
ditaruh dalam hati kita.

Tak mungkin tangan dan kaki bekerja
tanpa digerakkan hasrat.

Jika kau dapati hasratmu mengarah ke Langit,
kepakkan sayapmu dan jangkaulah.

Tapi jika hasratmu mengarah pada sesuatu di bumi,
teruslah rintihkan permohonan ampun.

Orang bijak menangis, pada bagian awal jalan;
sementara orang bodoh menyesal pada bagian akhir.
Cermati baik-baik sejak awal,
akhir seperti apa yang kau hasrati,
sehingga tak ada penyesalan
pada Hari Perhitungan.

--Rumi: Matsnavi III: 1616 - 1619
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Rumi; Cadar Raga



Janganlah kau bosan bersamaku,
sungguh aku seorang saksi yang indah.
Sang Maha Pencemburu telah sembunyikanku di balik sebuah cadar.

Pada hari kutanggalkan cadar raga ini,
akan kau saksikan bagaimana cemburunya rembulan dan bintang-bintang padaku.

Basuhlah wajahmu dan murnikan dirimu
sehingga kau bisa saksikan aku.
Atau menjauhlah engkau dariku,
karena Aku adalah saksi bagi diriku sendiri.

Aku bukanlah saksi
yang esok akan pikun atau bungkuk karena tua.
Aku kan selalu muda, menyegarkan, dan sedap dipandang.

Jika cadar raga ini melapuk,
sang saksi takkan beranjak menua;
masa pakai cadar kan berakhir,
tapi kami selamanya hidup.

Ketika Iblis melihat cadar raga Adam,
dia menolaknya.
Adam berkata padanya,
"Engkaulah yang tertolak, bukan aku."

Sementara para malaikat bersujud dan berkata,
"Kami telah temukan seorang saksi."

Dibalik cadarnya terdapat sesosok pujaan
yang sifat-sifatnya mempesona akal kami,
maka kami bersujud padanya.

Jika kecerdasan kami tak dapat membedakan
seorang saksi dengan para dukun yang berbau busuk,
maka kita telah memberontak pada Cinta Sang Kekasih.

Apakah kedudukan seorang saksi?
Ia bagaikan singa Tuhan --
kami pakai istilah kekanak-kanakan ini
karena kami sedang berbicara dengan anak-anak,
yang baru belajar membaca.[1]

Anak-anak gampang dibujuk
dengan kembang-gula atau manisan;
sebenarnya, apa urusan kami bicarakan soal jajanan?
Jika dalam perang di jalan Allah,
datang seorang nenek tua yang menyamar,
memakai baju zirah yang tertutup sampai kepala, seraya dia berkata, "Aku lah Rustam;"
maka dari gerakannya semua orang akan tahu
dia sebenarnya seorang perempuan.

Demikianlah, kami teliti dan menjauh dari kesalahan,
"kami bermandikan Nur Muhammad! "

Sang Nabi yang mulia berkata,
"Kaum yang beriman itu teliti;"[2]
kini diamlah, karena tuntunan petunjuk itu diturunkan dalam kesunyian.

Selanjutnya, dengarkanlah Syams at-Tabriz,
karena yang telah kami kisahkan
tak lebih dari sejumput kisah dari Raja itu.

Catatan:
[1] Tingkatan akal manusia dibandingkan dengan para penghulu malaikat.
[2] Bandingkan dengan "Wahai kaum beriman bertakwalah pada Allah, niscaya dijadikan bagimu furqaan ..." (QS Al Anfaal [8]: 29). Salah satu arti furqaan adalah petunjuk untuk memilah/ membedakan.

-- Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1705
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh William A. Chittick dalam The Sufi Path of Love, SUNY Press, Albany, 1983.