Jumat, 19 Juli 2013

Rumi - Datang Semata Untuk Bersaksi

Kehadiran kita di ruang sidang Sang Hakim ini [1] untuk membuktikan kebenaran pernyataan kita, “kami bersaksi,” ketika dalam Perjanjian itu kita ditanyai, “bukankah Aku Tuhanmu?” [2] Karena kita telah membenarkan, maka dalam persidangan ini ucapan dan tindakan kita menjadi saksi dan bukti bagi kesepakatan itu.

Ruang sidang Sang Hakim bukanlah tempat untuk membisu. Bukankah kita datang kesini untuk memberikan persaksian? Wahai saksi, berapa lama lagi engkau diperiksa di ruang sidang Sang Hakim? Segeralah berikan pernyataanmu. Engkau telah dipanggil ke sini, dan telah datang engkau, [3] semata untuk bersaksi.

Lalu mengapakah engkau bersikukuh diam? Di ruang tertutup ini engkau ikut menutup mulut maupun tanganmu. [4] Kecuali engkau berikan pernyataan itu, wahai saksi, bagaimana caranya engkau akan keluar dari sidang ini? [5] Inilah urusanmu di alam ini. Kerjakan tugasmu dan segeralah berlalu, jangan memanjangkan yang ringkas, sampai melelahkan dan menjengkelkan dirimu sendiri.

Bergantung kepada perjanjian yang telah engkau sepakati: apakah kiprah pernyataanmu perlu digelar disini selama seratus tahun atau sekejap mata; serahkan amanah itu dan bebaskan dirimu sendiri.

[6] Apakah yang perlu dinyatakan? (Terungkapnya) khazanah yang tersembunyi di dalam dirimu: melalui ucapan, tindakan atau apa saja. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan rahasia yang tersembunyi di dalam inti substansi jiwamu. Sementara substansi sejati dirimu itu tetap; refleksinya, berupa kata atau amal, langsung menghilang segera setelah ditampilkan.

Jejak emas pada Batu-uji tidaklah menetap, [7] tetapi emasnya sendiri tetaplah terpuji dan murni. Demikianlah, shalat, puasa dan jihadul-akbar ini, tidaklah terus tampil diamalkan, tetapi ruh mereka tetap senantiasa terpuji. Jiwa merefleksikan bentuk-bentuk kata dan amal semacam ini: substansinya menyentuhkan diri kepada Batu-uji berupa Perintah Ilahiah. Seakan dia berkata, “imanku sempurna, inilah saksi-saksinya!”

Jadi, jika ada keraguan maka itu berkaitan dengan para saksi. Ketahuilah, kebenaran para saksi mestilah diperiksa: sarana untuk mengetahui benar tidaknya adalah pada keikhlashan; kebenaranmu selaras dengan keikhlasanmu.

Persaksian kebenaran kata-katamu adalah dalam memenuhinya ketika diuji; sedangkan persaksian kebenaran amalmu adalah dalam mengerjakan amal yang sesuai dengan Perjanjian.

Persaksian ucapan tertolak jika mengatakan hal yang salah; sedangkan persaksian amal tertolak jika tidak lurus. Ucapan dan tindakanmu seyogyanya tidak saling bertentangan, agar persaksianmu segera diterima. “Dan usahamu beraneka-ragam;” dirimu [8] dalam pertentangan: engkau memintal pada siang hari, tetapi pada malam hari kau urai kembali pintalanmu. [9]

Siapakah yang mau mendengar pernyataan yang penuh pertentangan, kecuali Sang Hakim memperlihatkan kelapangan-Nya?

Kata dan amal-tindakan mengejawantahkan fikiran dan maksud tersembunyi, keduanya membongkar rahasia yang semula terhijab. Wahai pembantah, selama engkau menentang para Waliyullah, maka mereka akan menentangmu. [10] “Maka tunggulah mereka, sesungguhnya mereka menunggu pula.” [11]

-- Rumi: Matsnavi, V no 174 – 182, 246 – 260, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)

Catatan:
[1] Ruang sidang = alam dunia ini.
[2] QS [7]: 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
[3] Telah dihadirkan, telah dihidupkan di alam yang ini, melalui kelahiran kita.
[4] Umumnya jiwa, ketika hadir di alam ini, telah melupakan rumah sejatinya dan Perjanjiannya dengan Tuhan, sehingga hanya bisa membisu.
[5] Sejauh mana Perjanjian itu dipenuhi akan menentukan cara beranjak dari alam dunia ini ke alam-alam selanjutnya.
[6] Setiap orang satu tugas unik. Para nabi adalah contoh terbaik dalam kiprah persaksian perjanjian. Ada diantara mereka yang kiprah tugasnya berlangsung selama ratusan tahun.
[7] “Batu-uji:” zaman dulu kemurnian emas diperiksa dengan menggosokkannya pada Batu-uji.
[8] QS [92]: 4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
[9] Mengingatkan kepada QS [16]; 92, “… dan janganlah engkau seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…”
[10] Periksa misalnya QS[10]: 62. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
[11] QS [44]: 59. Maka tunggulah; sesungguhnya mereka itu menunggu (pula).


Seseorang yang mempelajari ilmu tauhid atau mengenalNya tentu tidak akan kesulitan dalam menerjemahkan apa yang dimaksud dalam puisi Rumi ini, Maha Suci Engkau. *Tabik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar