Minggu, 24 November 2013

Jejak Cinta Seorang Hamba



 Dikutip dari kitab Al-Qashd Al-Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism Al-Mufrad karya Ibnu Atha’illah

Imam Abu Bakar Asy-Syibli menceritakan:
Aku berjumpa dengan seorang perempuan yang berasal dari Habsyah yang tampak linglung tak tentu arah. Dia berlari-lari dan berjalan cepat tak tahu tujuan.

Lalu, kukatakan kepadanya, “Wahai Ibu, kasihanilah dirimu!”
Tiba-tiba dia menjawab, “Huwa (Dia).”
“Darimana engkau sebenarnya?” tanyaku.
”Dari Huwa (Dia).”
“Engkau mau pergi kemana?”
“Pergi ke Dia.”

 “Apa yang kau inginkan dari Dia?”
“Dia.”

Akhirnya, aku bertanya, “Berapa kali engkau menyebut Dia?”
“Lidahku tak pernah lelah menyebut Dia (Huwa) sampai aku bertemu dengan Dia!” jawabnya tegas.

Lalu, tiba-tiba dia bersenandung,
“Kehormatan cintaku kepada-Mu tak tergantikan. Hanya Engkau yang kutuju; tidak ada yang lainnya. Aku tergila-gila kepada-Mu, meski mereka menganggapku sakit. Kujawab bahwa sakit ini tak pernah lenyap dari diriku.”

Kemudian, Imam Abu Bakar Asy-Syibli mengatakan kepada perempuan itu:
“Wahai hamba Alloh, apakah yang engkau maksud dengan Dia (Huwa)? Apakah Alloh?

Tiba-tiba, mendengar kata “Alloh” disebut oleh Asy-Syibli di depannya, nafasnya langsung tersengal-sengal, lalu ia secara mengejutkan meninggal dunia sejurus setelah itu.

Imam Abu Bakar Asy-Syibli pun bercerita bahwa ketika dirinya hendak mengurus jenazah wanita tersebut, tiba-tiba dia mendengar suara,
“Wahai Asy-Syibli, barang siapa mabuk cinta kepada Kami, linglung mencari Kami, lalu terus berdzikir mengingat Kami, serta meninggal dengan nama Kami, biarkanlah dia kepada Kami! Pengurusan (jenazahnya) menjadi kewajiban Kami!”

Lalu, segera saja Asy-Syibli menoleh ke arah suara itu. “Aku menoleh ke sumber suara itu, tapi aku tak melihat siapa pun. Aku terhijab. Aku pun tak tahu apakah wanita tersebut diangkat atau dikubur. Wanita itu mendadak hilang. Semoga Alloh mengampuninya.”


Tidak melihat tapi terpandang, tidak ada aksara tapi terbaca, tidak ada suara tapi terdengar...

Gerak adalah awal mula, dan diam adalah akhirnya, hilanglah sakit dan hikmah menyertainya..

Segala sesuatu pasti berlalu, kecuali Yang Maha Satu..

Al-Fana. Situasi di mana hamba lebur dalam nuansa, hangus dalam Ilahi, tiada daya, tiada upaya, tiada sesuatu yang dihadapi lahir maupun batin, kecuali Huwa/Dia..

Wahai Tuhan tambatkan hati kami, agar kami tidak menempuh dunia, agar kami tidak berburu akhirat. Apa yang kami inginkan hanyalah menatap ridha-Mu sampai kami tiba dilarut hari kami.

"Illahi anta maksudi waridhaka matlubi - Diri-Mu lah yang kami tuju, ridho-Mu lah yang kami minta."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar