“Lihatlah yang
terdalam. Jangan kau seperti Iblish, hanya melihat air & lumpur ketika
memandang Adam. Tapi lihatlah dibalik lumpur, beratus-ratus ribu taman yang
indah.”
-- Jalaluddin Rumi
Iblis adalah makluk Alloh yang paling bermakrifat kepada
Alloh, dia dulunya sebelum Alloh "murkai" adalah penghulu para
malaikat dan Guru makrifat bagi semua malaikat. Tetapi karena dalam dirinya
masih ada rasa "sombong", merasa diri paling bermakrifat, maka ketika
Alloh menciptakan Adam, dan Iblis diperintahkan untuk sujud kepada Adam, Iblis
tidak mau.
“Sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan
kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka mereka pun bersujud
kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (7:11)
Alloh berfirman:
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya
dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (7:12)
Berkata Iblis: “Aku
sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.
(15:33)
Iblis merasa makluk paling baik dan mulya diantara makluk
yang lainya, dengan kesombonganya itu..maka Iblis tidak melihat
"manifestasi" Nur Muhammad yang ada dalam diri Adam, yang merupakan
wujud "Jamal" Alloh yang tersembunyi "terahasiakan" dalam
diri Adam, sedangkan Nur Muhammad itu adalah asal kejadian dari segala sesuatu,
termasuk asal kejadian dari sang Iblis, Nur Muhammad adalah realitas dari
Diri-Nya.
Jasad manusia bersifat baru, ruh (berasal satu dari Nur
Muhammad) sudah ada sejak zaman azali dan ketika di dalam rahim telah ma'rifat
kepada Alloh, ketika lahir manusia lupa, makanya dalam perjalanan hidupnya
manusia harus bersih agar bisa kembali kepada fitrah yaitu ma'rifatullah,
dengan jalan menundukkan hawa nafsunya dan mensucikan jiwanya, dengan ruh (nur)
inilah diri sejati manusia dapat ma'rifatullah.
Sifat Iblis yang tidak mengakui realita Adam yang merupakan
manifestasi dari Nur Muhammad (Cahaya Utusan Alloh), sehingga dengan demikian
Iblis secara terang-terangan menolak adanya Nur Muhammad yang menyelimuti
dirinya, dengan demikiaan Iblis tidak ada sifat kepatuhan dan ketaatan kepada
Tuhan-Nya, yang ada hanya pengingkaran dan pengingkaran, walau sesungguhnya dia
bermakrifat kepada Alloh.
Karena hanya dengan adanya Nur Muhammad yang di utus dalam
setiap jiwa mukmin, yang mampu menjalankan segala amal ibadah yang dicontohkan
oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW, bagaimana Rasulullah menjalankan perintah
dari Alloh, untuk menegakkan shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji.
Dengan Nur Muhammadlah seorang mukmin itu mempunyai
kesadaran diri untuk menunaikan rukun Islam, termasuk shalat dan zakat dan
ibadah sunah yang lainya yang seperti dicontohkan oleh Rasulullah.
Jika ada yang mengatakan bahwa ketika telah mencapai
Ma'rifatullah tidak perlu lagi Sholat, tidak perlu lagi Puasa, Zakat dan bahkan
tidak perlu pergi berhajji. Justru pada tataran Ma'rifatullah, Sholat, Puasa, Zakat
dan Hajji menjadi ke-UTAMA-an pada dirinya yang tidak bisa dipisahkan.
Dan bila diri-mu "bermakrifat kepada Alloh" akan
tetapi tidak melaksanakan ibadah Sholat (seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah), apa lagi menganggap shalat lima waktu tidak perlu - hanya sekedar
ingat saja - bathin solat sedangkan jasad tidak - tentunya tidak sempurna (Lihat Shalat syariat & Shalat Tarekat Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani),
sungguh makrifat-mu telah kau bawa kedalam "golonganya Iblis", karena
yang kau contoh adalah makrifatnya Iblis, bermakrifat tapi tidak kau serahkan
jiwa ragamu untuk bersujud dan taat kepada-Nya.
Bila kau mencontoh Rasulullah (didalam Al-Qur'an pun Alloh
memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mencontoh Rasulullah, sebab hanya dalam
diri Rasulullah ada contoh "kebaikan"). Maka ahklaq, kelakuan dan
amal ibadah-mu akan mencontoh Rasulullah. Sungguh tiada seorangpun yang baik
dan sempurna makrifatnya kecuali Rasulullah SAW.
Sebaiknya hal ini kita jadikan bahan renungan, mau dibawa ke
golongan manakah makrifat kita? Mau dibawa kegolonganya Iblis atau kegolonganya
Rasulullah?
Maka, siapapun yang mengaku bertarekat tanpa syariat, maka
ia bisa dipastikan tersesat. Syariat adalah informasi yang valid, sedangkan
tarekat adalah proses transformasi, dan hakikat-ma ’rifat adalah afirmasi. Jika
informasinya salah, atau inputnya keliru, prosesnya juga akan keliru..
“Berhati-hatilah
dalam memerankan Iblis! Karena jangan-jangan kau malah menampilkan
Bagian-Terbaik dari dirimu!”
— Friedrich Wilhelm
Nietzsche
Tidak ada komentar:
Posting Komentar