Minggu, 24 November 2013

Lihatlah yang terdalam

 
“Lihatlah yang terdalam. Jangan kau seperti Iblish, hanya melihat air & lumpur ketika memandang Adam. Tapi lihatlah dibalik lumpur, beratus-ratus ribu taman yang indah.”
-- Jalaluddin Rumi

Iblis adalah makluk Alloh yang paling bermakrifat kepada Alloh, dia dulunya sebelum Alloh "murkai" adalah penghulu para malaikat dan Guru makrifat bagi semua malaikat. Tetapi karena dalam dirinya masih ada rasa "sombong", merasa diri paling bermakrifat, maka ketika Alloh menciptakan Adam, dan Iblis diperintahkan untuk sujud kepada Adam, Iblis tidak mau.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (7:11)
Alloh berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (7:12)

Berkata Iblis: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. (15:33)

Iblis merasa makluk paling baik dan mulya diantara makluk yang lainya, dengan kesombonganya itu..maka Iblis tidak melihat "manifestasi" Nur Muhammad yang ada dalam diri Adam, yang merupakan wujud "Jamal" Alloh yang tersembunyi "terahasiakan" dalam diri Adam, sedangkan Nur Muhammad itu adalah asal kejadian dari segala sesuatu, termasuk asal kejadian dari sang Iblis, Nur Muhammad adalah realitas dari Diri-Nya.

Jasad manusia bersifat baru, ruh (berasal satu dari Nur Muhammad) sudah ada sejak zaman azali dan ketika di dalam rahim telah ma'rifat kepada Alloh, ketika lahir manusia lupa, makanya dalam perjalanan hidupnya manusia harus bersih agar bisa kembali kepada fitrah yaitu ma'rifatullah, dengan jalan menundukkan hawa nafsunya dan mensucikan jiwanya, dengan ruh (nur) inilah diri sejati manusia dapat ma'rifatullah.

Sifat Iblis yang tidak mengakui realita Adam yang merupakan manifestasi dari Nur Muhammad (Cahaya Utusan Alloh), sehingga dengan demikian Iblis secara terang-terangan menolak adanya Nur Muhammad yang menyelimuti dirinya, dengan demikiaan Iblis tidak ada sifat kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan-Nya, yang ada hanya pengingkaran dan pengingkaran, walau sesungguhnya dia bermakrifat kepada Alloh.

Karena hanya dengan adanya Nur Muhammad yang di utus dalam setiap jiwa mukmin, yang mampu menjalankan segala amal ibadah yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW, bagaimana Rasulullah menjalankan perintah dari Alloh, untuk menegakkan shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji.

Dengan Nur Muhammadlah seorang mukmin itu mempunyai kesadaran diri untuk menunaikan rukun Islam, termasuk shalat dan zakat dan ibadah sunah yang lainya yang seperti dicontohkan oleh Rasulullah.

Jika ada yang mengatakan bahwa ketika telah mencapai Ma'rifatullah tidak perlu lagi Sholat, tidak perlu lagi Puasa, Zakat dan bahkan tidak perlu pergi berhajji. Justru pada tataran Ma'rifatullah, Sholat, Puasa, Zakat dan Hajji menjadi ke-UTAMA-an pada dirinya yang tidak bisa dipisahkan.

Dan bila diri-mu "bermakrifat kepada Alloh" akan tetapi tidak melaksanakan ibadah Sholat (seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah), apa lagi menganggap shalat lima waktu tidak perlu - hanya sekedar ingat saja - bathin solat sedangkan jasad tidak - tentunya tidak sempurna (Lihat Shalat syariat & Shalat Tarekat Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani), sungguh makrifat-mu telah kau bawa kedalam "golonganya Iblis", karena yang kau contoh adalah makrifatnya Iblis, bermakrifat tapi tidak kau serahkan jiwa ragamu untuk bersujud dan taat kepada-Nya.

Bila kau mencontoh Rasulullah (didalam Al-Qur'an pun Alloh memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mencontoh Rasulullah, sebab hanya dalam diri Rasulullah ada contoh "kebaikan"). Maka ahklaq, kelakuan dan amal ibadah-mu akan mencontoh Rasulullah. Sungguh tiada seorangpun yang baik dan sempurna makrifatnya kecuali Rasulullah SAW.

Sebaiknya hal ini kita jadikan bahan renungan, mau dibawa ke golongan manakah makrifat kita? Mau dibawa kegolonganya Iblis atau kegolonganya Rasulullah?

Maka, siapapun yang mengaku bertarekat tanpa syariat, maka ia bisa dipastikan tersesat. Syariat adalah informasi yang valid, sedangkan tarekat adalah proses transformasi, dan hakikat-ma ’rifat adalah afirmasi. Jika informasinya salah, atau inputnya keliru, prosesnya juga akan keliru..

“Berhati-hatilah dalam memerankan Iblis! Karena jangan-jangan kau malah menampilkan Bagian-Terbaik dari dirimu!”
— Friedrich Wilhelm Nietzsche

Tidak ada komentar:

Posting Komentar