Kamis, 06 Maret 2014

Konsep Manusia Sempurna

 

Dengan berkat Rahmat dan Inayah-Nya semata, manusia telah diciptakan dengan segala kesempurnaan bahkan dinyatakan secara isyarat di dalam firman- Nya: bahwa "manusia adalah makhluk sempurna dan termulia dari seluruh makhluk ciptaan" (QS. 95:4).

Karena hakikat manusia diciptakan tidak lain untuk dijadikan wadah kecintaan Allah (Mounadi; 1987:2). Menurut al-Jilli, nama esensial dan sifat-sifat ilahi pada dasarnya menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yakni sebagai keniscayaan yang inheren dalam esense dirinya. Demikianlah, dengan ungkapan yang sering kita dengar bahwa Tuhan berfungsi sebagai kaca bagi manusia, juga demikian halnya manusia menjadi kaca tempat Tuhan melihat dirinya.

Sebagai kaca yang dipakai seseorang melihat bentuk dirinya dan tidak bisa melihat dirinya itu tanpa adanya kaca tersebut, maka sedemikianlah hubungan yang berlangsung antara Tuhan dan manusia sempurna. Tuhan itu "menyatakan diri" dalam dua cara yakni, dengan berbagai tamsil objektif, ayat-ayat kauniyah, epifani dan secara pribadi bagi pribadi-pribadi pilihan yang paska muthmainnah yakni, Teofani.

Nabi-nabi, Rasul-rasul Allah adalah contoh pribadi pilihan yang layar kesadarannya mendekati layar kesadaran sejernih-jernihnya di sisi-Nya, yakni papan yang sangat mulia Lauh al Mahfudz.

Manusia tidak hanya terdiri dari unsur jasadiyah, tetapi hal yang lebih penting lagi dari jasadiyah adalah keberadaan unsur daya potensi ketenagaan di dalam diri yang menggerakkan dan mengaktifkan jasadiyah, Ketenangan inilah yang harusnya menjadi pusat perhatian manusia, karena tidak ada artinya bila hanya sepihak jasadiyah yang diperhatikan, sementara beberapa unsur di dalam diri yang sifatnya katenangan diabaikan saling berbenturan (Moenadi, 1987:4). Unsur-unsur itu merupakan penentu setimbang tidaknya pertumbuhan unsur daya-potensi ketenagaan di dalam diri manusia. Sedangkan yang dimaksud unsur-unsur ketenagaan di dalam diri itu adalah: unsur ruh, unsur rasa, unsur hati, unsur akal dan yang terakhir unsur nafsu (Moenadi, 1987: 16).

Konsep manusia sempurna seperti yang ditulis Soejono Redjo dalam 'Dongeng Kaca Benggala Ageng' menunjukkan pada penjelasan tentang manusia sempurna yaitu manusia yang lupa akan diri (Soejono, 1922:15) tidak lain hanya mengakui pribadi yang satu tanpa warna dan rupa, namun semua warna dan rupa itu merupakan sifat/watak, yaitu bukan arah atau tempat, namun berdiri ditengah-tengah arah di sepanjang tempat. Adanya kaca benggala itu ibarat sifat/watak manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak sombong (korup) pada diri sendiri artinya, tidak sekalipun mempunyai niat memamerkan diri, membandingkan diri, Ujub, riya, takabur, dsb. Seperti dijelaskan dalam martabat tujuh dengan kata mudah yang berasal dari istilah muhdats. Mudah terdiri dari: nur, rahsa, ruh, nafsu dan budi. Mudah yang empat kemudian diterangkan sebagai berikut: (1) budi : keadaan pranama, menarik kejelasan kehendak menjadi pangkal pembicara, (2) nafsu : keadaan hawa, menarik kejelasan suara, menjadi pangkal pendengaran, (3) suksma (roh): keadaan nyawa, menarik kejelasan cipta, menjadi pangkal perasaan, (4) Rahasia: keadaan atma, menarik kejelasan kuasa, menjadi pangkal perasaan (Simuh, 1988:313).

Aspek Rahasia dan Budi
Manusia yang sempurna tidak memperlihatkan keadaan dirinya, membandingkan dengan yang lainnya. Keadaan semua orang dirasakan sifatnya pribadi, karena baik dan buruk dirinya tersembunyi, jadi cermin memperlihatkan keadaan orang lain, seperti sama pada dirinya. Cara memandang keadaan satu sama lain itu benar serta tidak melibatkan rahsa. Benar artinya, sesuai dengan kenyataannya. Tidak melibatkan rahasia artinya, tidak senang atau benci dengan yang baik dan buruk atau benar dan salah.

Rahasia itu mungkin sulit untuk dilihat dengan mata, namun manusia biasanya merasakan contohnya kalau panasnya badan bisa disiram dengan air, tetapi kalau panasnya hati tidak. Ada juga apa yang dirasakan hati tidak sama dengan apa yang dirasakan badan seperti: suka, susah, gembira, benci, kagum, menyesal, malu, gugup, takut, khawatir, sedih, iri hati, marah, kasihan, terenyuh dsb, yang demikian itu hanya ada di dalam hati. Rahasia adalah wujud getar (obah-obahan) terkadang juga bisa diam/berhenti (ngumpul). Rasa adalah tempatnya rahasiayang mencakup semua rahsa. Jadi rasa diumpamakan badannya, rahasia diumpamakan tangannya, atau bisa juga rasa diumpamakan pohon dan rahasia diumpamakan cabangnya (Soejono, 1922: 24).

Budi
Budi itu adalah cahaya yang menyinari hati/rohnya manusia, yang berwujud terangnya pikiran (angan-angan). Terangnya pikir diumpamakan rembulan, dan terangnya budi diumpamakan matahari (cahaya rembulan itu sebenarnya adalah cahaya matahari) (Soejono, 1922:25).

Referensi Makalah®
(sebagian dikutip dari sudinco blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar