Sabtu, 22 Februari 2014

Berdoa Tak Perlu Perantara



Sesungguhnya bukan kepada gambar Kabah di sajadah, kita bersujud. Tetapi kepada Alloh semata. Pun bukan pada nabi dan wali, apalagi pada batu-batu makam mereka, kita berdoa. Melainkan kepada Alloh. Tidak pula bergantung pada bilangan biji-biji tasbih yang diputar, kita memujiNya. Namun berdasarkan pada kerelaan kita mengucap segala puji itu. Jika pun ada yang kita harap, yang selayaknya diharapkan adalah keridhaan Alloh menerima sujud, doa, dan pujian kita yang rendah ini.

Alangkah tahu diri jika kita datang sendiri menghadap Sang Baginda Raja Segala Raja. Duduk bersimpuh, berurai air mata, menunduk penuh takut sekaligus penuh asa, mengaku berdosa, menyesalinya, dan mohon ampunan. Sebagaimana diajarkan dalam QS. Al A'raf: 55, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara lembut. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” sebaiknya kita menghadap dengan tenang dan tidak berisik. Pun tidak gegabah.

Manusiawi jika berharap ada sanak saudara, kerabat, kawan, sahabat, dan atau siapalah yang kita kenal bersedia untuk mendoakan kita. Tak dapat dipungkiri juga betapa mulia jika kita mendoakan mereka secara diam-diam, tak perlu diumumkan, sehingga kita selamat dari takabur, ujub, riya, dan entah apa namanya.

Lagipula, jika tanpa izinNya, tiadalah daya dan upaya untuk melakukan kebajikan. Doa terkabul juga bukan dikarenakan riwayat kebaikan siapa yang berdoa, bukan pula waktu dan tempatnya yang mustajab, namun semata karena Alloh berkehendak demikian. Dalam QS. Ar Ra'du: 14 jelas termaktub, “Hanya bagi Alloh-lah hak mengabulkan doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka.” Alloh penentu segala doa.

Alloh adalah Penguasa dan Pengatur Semesta Raya, tak terbatas ruang dan waktu. Alloh juga mendengar setiap doa. Bahkan, secara tegas, Alloh dalam QS. Al Baqarah:186 mengatakan, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila memohon kepadaKu.” Inilah masalah mendasar dari doa yang tidak terkabul. Pertama, kita tidak merasa dekat pada Alloh, bahkan menjauh, atau mendekat jika dan hanya jika terjepit kenyataan pahit dan ingin menjerit. Kedua, kita meminta tidak langsung pada Alloh.

Kita suka mengurus sesuatu melalui perantara. Sampai-sampai untuk urusan bersedekah pun kita meminta fatwa dari ulama tentang apakah pengemis layak diberi duit. Sampai-sampai kita beranggapan sedekah via organisasi sedekah adalah lebih baik. Jasa penitipan doa berbayar muncul mewarnai fenomena menarik umat terbaik ini. Dengan mentransferkan sejumlah uang dan mengirimkan via surat elektronik apa-apa saja doa-doa yang dititipkan, kita bisa berdoa dari jauh. Seolah-olah Alloh itu berjarak.


Alloh Maha Mendengar dan Maha Melihat. Desir jantung dan kata hati saja tak luput dari pendengaranNya, serta bersitan pikiran dan senoktah rasa sombong di hati saja tampak jelas bagiNya, apalagi dalam urusan menerima doa dari hamba-hamba, tentu saja Dia tidak membutuhkan perantara. Bisikkan lirih ke lantai ketika kau bersujud, pun cukup. Doa itu akan sampai kepadaNya. Tiada penghalang bagiNya dari siapa pun. Tuhan juga tak perlu uang dari kita. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar