Perjalanan panjang pemuda fakir mencari hakikat ketuhanan antara sadar dan terjaga. Dunia masih jua gulita. Secangkir iman masih belum ditemui, hati kosong tidak terisi. Ketika senja merangkak tiba, perjalanan pemuda fakir masih di situ, masih lemah dan kaku, tidak menentu, tiada arah dituju..
Bangunlah wahai jiwa, yang telah lama mati, perjalanan panjang masih menanti, carilah kiblatmu, carilah Tuhanmu, carilah imanmu, sebelum jasad bercerai dari badan, sebelum jasad terkubur lebur, di sini kita tak punya apa, iman dan amal penentu syurga, carilah ia walau di mana. Pemuda fakir masih terkaku. Di situ...
“Aku cari Tuhan di Mekah, aku tidak menemukan....
Aku cari Tuhan di Jerusalem, aku tidak menemukan....
Aku cari Tuhan di berbagai tempat suci, aku tidak menemukan....
Ketika aku duduk di rumah, aku menemukan Dia...”
-- Hamzah Fansuri
Sungguh proses pencarian Tuhan, yang di alami oleh Nabi Ibrahim pasti akan kita alami juga, sebagai umat Muhammad. Mari kita perhatikan perjuangan beliau dalam mencari Tuhan, dalam surat Al-An'am ayat 76 sampai 79. Alloh ta'ala berfirman;
76. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
79. Aku hadapkan wajah-ku kepada Alloh yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan, mengikuti agama yang benar, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang musyik.
Ibrahim mencari Tuhan dengan pendekatan yang jujur dan rasional, sehingga datang gelap malam tak ada satu pun manusia yang berkutik, tidak ada yang memiliki kekuasaan lagi, semua kehidupan terhenti ketika datang gelap malam. Kesimpulannya manusia dan alam semesta ini ditaklukkan oleh gelap malam dan pada saat gelap itu nabi Ibrahim melihat sebuah bintang dan dia berkata inilah Tuhanku, tetapi bintang yang dipertuhankan itu lama kelamaan sirna. Dan Ibrahim melihat alternatif lain, ada bulan, inilah Tuhanku tapi bulan juga sirna.
Apa yang terjadi pada nabi Ibrahim? Ternyata dia gagal mencari Tuhannya. Dia gagal mencapai Tuhannya, dia tidak bisa meraih Tuhannya dengan indranya dengan matanya, telinganya, tangannya bahkan dengan fikirannya pun dia mencoba membayangkan macam apa wujud Tuhan, Ibrahim gagal.
Dan Nabi Ibrahim as, tetap dalam kepasrahan dan menyadari lalu tidak ada petunjuk dari Alloh, maka ia pun tidak bisa bertemu Tuhan. Ibrahim memang gagal mencapai Tuhannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Tetapi untuk mengatakan bahwa Tuhan itu tak ada, justru pengalaman Ibrahim selama ini mengarahkan pada kesimpulan, mesti ada sesuatu yang mengendalikan alam ini, Tuhan itu mesti ada!
Akhirnya dia berkesimpulan, bahwa ada “sesuatu” di balik matahari, bulan, dan bintang. Sesuatu yang mengatur semuanya (Rabb). Sesuatu yang menciptakan semuanya (khaliq). Sesuatu yang dipatuhi oleh semuanya (Ilah). Sesuatu itu adalah Alloh Ta’ala, Alloh yang maha tinggi.
Sebagai umat Islam, Tuhan kita adalah Alloh, tapi sudahkah kita tahu siapa Tuhan kita yang bernama Alloh? Sebab Alloh itu bukan hanya sekedar Nama, tapi ada sifat, asma' dan af'alNya dan dzat-Nya. Jadi ternyata kita pun harus mengalami proses dalam mengenal Tuhan, seperti prosesnya Nabi Ibrahim as untuk mengenal Tuhan. Sudahkah hati dan diri kita bergerak untuk mengenal DIA?
Tidakkah kalau memikirkan indahnya bunga. Di sana, engkau akan temukan Tuhan. Tuhan yang melekat pada keindahan. Itulah Tuhan yang imanen.
Banyak orang memahami Tuhan yang transenden. Tuhan yang luar biasa. Tuhan yang serba maha.
Kalau engkau hanya melihat bunga, berarti engkau memang benar, sedang mencari Tuhan. Engkau masih tingkatan Musa, belum Khidzir. Masih syari’at, belum ma’rifat.
Sudahkan engkau temukan Tuhan sekarang?
Tuhan yang menyatu pada keindahan landskap alam. Tuhan pada oranye senja yang bercahaya. Tuhan pada beningnya air laut. Tuhan pada canda gurau anak-anak di sana.
Gunakan pengalaman batinmu. Engkau akan paham Tuhan.
"Awal" mengenal Alloh itu dengan akal, dengan selalu berpikir dan memikirkan kebesaran Alloh yang ada dalam segala ciptaan-Nya, lalu mentafakuri, dan memuji kebesaran dan keindahan Alloh dengan segala kuasa-Nya yang ada di dalam segala sesuatu.
Selanjutnya dengan Ilmu, dengan ilmu kita mencari cara untuk lebih dekat dan lebih dekat kepada Alloh, mencari ilmu bukan hanya untuk diketahui dan dipahami, akan tetapi untuk di amalkan dan di praktekkan, sehingga ilmu sendiri bukan hanya sekedar menjadi pemahaman akan tetapi menjadi laku.
Selanjutnya dengan hati, hati untuk menyaksikan dan bersaksi bahwa segala ciptaan dan segala sesuatu itu adalah bayang-bayangNya, tidak lain adalah sifat, asma, af'al dan dzat-Nya yang meliputi segala sesuatu.
Selanjutnya adalah dengan Ruh, Ruh inilah yang bergetar dalam hati bila disebut nama-Nya, yang bergetar karena adanya rasa rindu dan cinta kepada-Nya, Ruh ini yang mengikat jiwa, akal dan hati untuk selalu mencintai Alloh, beribadah karena cinta, shalat karena cinta, puasa karena cinta, shadaqah karena cinta, bukan hanya mencari rasa senang dan tenang, dan rasa-rasa yang lainya, dan biasnya akan mencintai dan mengasihi segala makluk-Nya.
Selanjutnya dengan Rasa (Sirr, Zauq), Sirr inilah yg melihat Alloh (melihat bukan dengan bentuk sosok, wujud dan warna, juga cahaya), akan tetapi getar rasa, dengan getar rasa inilah seseorang akan mengetahui sesuatu yang rahasia, mengetahui Wali-waliNya dan orang-orangNya, Sirr ini adalah tahapan (Mukasyafah).
Selanjutnya adalah dengan Nur, dan ANA. Dan dua tahapan ini tidak bisa membahasnya dengan kata-kata dan huruf, karena ini sudah pada tahapan rasa di atas rasa, rahasia di atas rahasia, carilah guru mursyid untuk menjelaskannya..
Dengan ketenangan jiwa, semua kegiatan yang kita lakukan dapat membantu merubah gerak gerik alam inderawi ke alam ketenangan, dari alam isra’ ke alam mi’raj, dari perjalanan malam gelap gulita kepada perjalanan naik ke tingkatan cahaya yang terang benderang.
Berada di singgahsana Ilahi adalah pencapaian maqam yang paling tinggi bagi semua agama yang bertujuan mencari Tuhan. Perjalanan ini bukanlan perjalanan dengan tubuh badan. Perjalanan ini hanyalah dapat dicapai dengan menghadirkan Rohani. Semoga Alloh memperkenalkan DIRI-NYA pada kita semua, amiiinnnn...
*Night Shift III, CPP Lab KPC*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar