Minggu, 26 Januari 2014

Mahabbah; Apa tanda Cintamu?





Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Musa a.s. berkata sesuatu kepada Tuhan,

“Wahai Tuhanku, bagaimana saya dapat membedakan antara orang yang Engkau cintai dengan orang yang Engkau benci?”

Alloh SWT menjawab, “Hai Musa, sesungguhnya jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku akan menjadikan dua tanda kepadanya.”

Musa bertanya, “Wahai Tuhanku, apa kedua tanda itu?”

Alloh SWT menjawab, “Aku akan mengilhamkan kepadanya agar ia berdzikir kepada-Ku agar Aku dapat menyebutnya di kerajaan langit dan Aku akan menahannya dari lautan murka-Ku agar ia tidak terjerumus ke dalam azab dan siksa–Ku. Hai Musa, jika Aku membenci seorang hamba, maka Aku akan menjadikan dua tanda kepadanya.”

Musa bertanya, “Wahai Tuhanku, apa kedua tanda itu?”

Alloh SWT menjawab, “Aku akan melupakannya berzikir kepada-Ku dan Aku akan melepaskan ikatan antara dirinya dan jiwanya, agar ia terjerumus ke dalam lautan murka-Ku sehingga ia merasakan siksa-Ku.”
-- Imam Al-Ghazali dalam Al-Mahabbah

Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.

“Aku adalah khazanah terpendam; Aku cinta (hubb) dikenal, maka Aku ciptakan makhluk.”
-- Hadits Qudsi

Karena cinta Ilahi (divine love), alam semesta hadir, demikianlah pada awalnya kita harus memandang “cinta”. Tanpa cinta segenap petala langit dan bumi akan lenyap binasa. Daya ini merayap menuruni lereng penciptaan dan manifestasi Ilahi, mulai dari martabat yang tertinggi hingga yang paling kasar (alam materi), dan merasukinya tanpa kecuali.

“Cintalah yang membuat engkau hadir, Nak,” seperti diceritakan orang tua kita ketika awalnya mereka memadu kasih. Tapi, tidak! Bukan karena cinta diantara mereka kita ada; tetapi Tuhan-lah yang sedang berkata-kata.

Meskipun segala sesuatu di dunia fana ini akan mati, tetapi tunas-tunas baru hadir dan hadir lagi dari keperadaannya yang tanpa bentuk; sebagai kreasi dari cinta Tuhan.

Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.


Seperti pernah ketika Tuhan mengutus Malaikat Izrail kepada Nabi Ibrahim ketika ajalnya sudah dekat. Maka Izrail pun datang kepada Nabi Ibrahim dan memberitahukan perihal tersebut. Namun Nabi Ibrahim berkata,

“Sampaikan kepada Kekasihku, apakah seorang kekasih tega mencabut nyawa kekasihnya?”

Malaikat Izrail kembali dan menyampaikan pesan tersebut. Dia yang Mahakasih pun menjawab:

“Katakan kepadanya,” kepada malaikat Izrail, “apakah seorang kekasih tidak rindu untuk bertemu kekasihnya?”

Cerita itu sungguh memikat!


Bagi kaum Kristiani: “Tuhan adalah Kasih; Tuhan adalah Cinta”, gagasan yang muncul dalam segenap aspek kehidupan keberagamaan umatnya. Ini merupakan tema utama yang dibawakan dalam Injil dan juga secara utuh dimanifestasikan oleh Isa putra Maryam, seperti sering dikatakan bahwa Isa Al-Masih merupakan perwujudan Kasih Tuhan di muka bumi. Sabdanya:

“Meskipun saya dapat berbicara dengan bahasa-bahasa manusia bahkan bahasa malaikat sekalipun, namun bila saya tidak memiliki kasih maka saya hanya seperti gong yang berdengung atau genta yang gemerincing.”

Al-Masih pun berkata pada akhirnya tinggallah tiga hal yang berguna (dalam mengenal Tuhan):

“Faith, Hope and Love; but the greatest one is Love.” (Korintus 1, 13).

“Sesungguhnya tak pernah seorang kekasih mencari tanpa dicari oleh kekasihnya. Apabila kilat Cinta telah menyambar di hati ini, ketahuilah bahwa ada kilat Cinta di Hati yang lain”, demikian Jalaluddin Rumi.

Cinta itulah dari mana kita mekar bagai bunga pada titik penciptaan; cinta pula jalan pulang setiap makhluk. Cinta pula yang menciptakan hasrat Zulaikha akan Yusuf. Hingga akhirnya diceritakan tatkala Yusuf telah menjadi Wazir dari Fir’aun, teman dekatnya, dan merupakan orang terkuat kedua di negara tersebut. Sementara Zulaikha telah dicampakkan oleh suaminya dan kini menjalani hidup sengsara.

Suatu hari, Yusuf bertemu dengan Zulaikha di jalan. Ia mengenakan jubah wazir yang mewah, mengendarai kuda yang indah, dikelilingi para penasihat dan pengawal pribadinya. Sedangkan Zulaikha sendiri berpakaian lusuh, kecantikannya pudar seiring dengan cobaan hidup yang telah dideritanya sekian lama. Yusuf berkata:

“Wahai Zulaikha, sebelum ini, ketika engkau ingin menikahiku, aku terpaksa menolakmu. Ketika itu engkau adalah istri dari tuanku. Kini engkau telah bebas dan aku pun bukan lagi seorang budak. Jika engkau mau, aku akan menikahimu sekarang.”

Zulaikha menatap bening dan lantas berkata,
”Tidak Yusuf. Cintaku yang mendalam kepadamu dahulu itu tidaklah lain dari sebuah hijab antara aku dan Sang Kekasih. Aku telah merobek tirai itu dan menyampakkannya. Kini setelah kutemukan Kekasih Sejatiku, tidak lagi aku membutuhkan cintamu.”

Cinta—yang telah merasuki setiap benih ciptaan—merupakan ‘dewa’ dari Tuhan untuk menarik makhluk, khususnya manusia, untuk berpaling kepada-Nya.

Sekali meminum ‘air’ cinta itu kita akan senantiasa selalu dahaga hingga kita temukan Objek Cinta yang Abadi.

"Jika cinta mewujudkan diri di dalam diri, sungguh ia berasal dari keindahan. Engkau hanyalah cermin belaka dimana keindahan dipantulkan. Karena keindahan dan pantulannya berasal dari satu sumber, maka keduanya adalah kekayaan dan gudang kekayaan."
-- Jami

"Hanya dari Hati engkau bisa menggapai langit. Mawar keagungan hanya bisa ditumbuhkan dalam Hati."
-- Rumi

Cinta adalah esensi dalam hidup ini. cinta menjadi suatu yang penting untuk dipikirkan, direnungkan dan di jalankan. Setiap sendi kehidupan semua digerakan oleh rasa cinta. Ada yang benci dan sakit hati, karena cinta, ada yang bermusuhan dan bertikai semua mengatasnamakan cinta, ada yang bahagia karena cinta. Suka dan duka esensinya karena cinta. Cinta sudah menjelma menjadi setiap kata dan huruf, yang bersatu dengan udara yang terhirup dalam rongga dada kita.

Cinta adalah nafas Tuhan, yang suci tak ternodakan, cinta berarti perjuangan dan pengorbanan, penerimaan tanpa sanggahan. Cinta memberi dan memberi, sebagaimana sifat dan kelakuan Tuhan dalam esensi cinta.

Semakin suci dan murni kadar cinta dalam jiwamu, maka akan semakin besar pengorbananmu. Semakin besar juga perhatian dan pemberianmu, dan semakin sedikt keluh kesah dalam penerimaanmu.

Cinta, seberapa besar cinta dan seberapa suci cintamu, tergantung seberapa besar keluh kesah dan tuntutanmu.

Semakin diam dan diam, menerima segala kekurangan, maka semakin suci dan besar pula rasa cintamu. Baik itu cinta kepada Tuhanmu atau orang-orang yang engkau sayang dalam hidupmu..

Semakin dalam diri ini tenggelam dalam FANA dan Ketiada-Berdayaan, akan semakin terasa betapa dekat Tuhan dengan HambaNYA..


“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
{QS. Ali Imran, 3:31}


Tidak ada komentar:

Posting Komentar