Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Musa a.s. berkata
sesuatu kepada Tuhan,
“Wahai Tuhanku,
bagaimana saya dapat membedakan antara orang yang Engkau cintai dengan orang
yang Engkau benci?”
Alloh SWT menjawab, “Hai
Musa, sesungguhnya jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku akan menjadikan
dua tanda kepadanya.”
Musa bertanya, “Wahai
Tuhanku, apa kedua tanda itu?”
Alloh SWT menjawab, “Aku
akan mengilhamkan kepadanya agar ia berdzikir kepada-Ku agar Aku dapat
menyebutnya di kerajaan langit dan Aku akan menahannya dari lautan murka-Ku
agar ia tidak terjerumus ke dalam azab dan siksa–Ku. Hai Musa, jika Aku
membenci seorang hamba, maka Aku akan menjadikan dua tanda kepadanya.”
Musa bertanya, “Wahai
Tuhanku, apa kedua tanda itu?”
Alloh SWT menjawab, “Aku
akan melupakannya berzikir kepada-Ku dan Aku akan melepaskan ikatan antara
dirinya dan jiwanya, agar ia terjerumus ke dalam lautan murka-Ku sehingga ia
merasakan siksa-Ku.”
-- Imam Al-Ghazali dalam Al-Mahabbah
Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang
yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu
dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala
sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.
“Aku adalah khazanah
terpendam; Aku cinta (hubb) dikenal, maka Aku ciptakan makhluk.”
-- Hadits Qudsi
Karena cinta Ilahi (divine love), alam semesta hadir,
demikianlah pada awalnya kita harus memandang “cinta”. Tanpa cinta segenap
petala langit dan bumi akan lenyap binasa. Daya ini merayap menuruni lereng
penciptaan dan manifestasi Ilahi, mulai dari martabat yang tertinggi hingga
yang paling kasar (alam materi), dan merasukinya tanpa kecuali.
“Cintalah yang membuat engkau hadir, Nak,” seperti diceritakan
orang tua kita ketika awalnya mereka memadu kasih. Tapi, tidak! Bukan karena
cinta diantara mereka kita ada; tetapi Tuhan-lah yang sedang berkata-kata.
Meskipun segala sesuatu di dunia fana ini akan mati, tetapi
tunas-tunas baru hadir dan hadir lagi dari keperadaannya yang tanpa bentuk;
sebagai kreasi dari cinta Tuhan.
Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang
yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu
dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala
sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.
Seperti pernah ketika Tuhan mengutus Malaikat Izrail kepada
Nabi Ibrahim ketika ajalnya sudah dekat. Maka Izrail pun datang kepada Nabi
Ibrahim dan memberitahukan perihal tersebut. Namun Nabi Ibrahim berkata,
“Sampaikan kepada Kekasihku,
apakah seorang kekasih tega mencabut nyawa kekasihnya?”
Malaikat Izrail kembali dan menyampaikan pesan tersebut. Dia
yang Mahakasih pun menjawab:
“Katakan kepadanya,”
kepada malaikat Izrail, “apakah seorang kekasih
tidak rindu untuk bertemu kekasihnya?”
Cerita itu sungguh memikat!
Bagi kaum Kristiani: “Tuhan adalah Kasih; Tuhan adalah
Cinta”, gagasan yang muncul dalam segenap aspek kehidupan keberagamaan umatnya.
Ini merupakan tema utama yang dibawakan dalam Injil dan juga secara utuh
dimanifestasikan oleh Isa putra Maryam, seperti sering dikatakan bahwa Isa
Al-Masih merupakan perwujudan Kasih Tuhan di muka bumi. Sabdanya:
“Meskipun saya dapat berbicara
dengan bahasa-bahasa manusia bahkan bahasa malaikat sekalipun, namun bila saya
tidak memiliki kasih maka saya hanya seperti gong yang berdengung atau genta
yang gemerincing.”
Al-Masih pun berkata pada akhirnya tinggallah tiga hal yang
berguna (dalam mengenal Tuhan):
“Faith, Hope and Love; but the
greatest one is Love.” (Korintus 1, 13).
“Sesungguhnya tak pernah seorang
kekasih mencari tanpa dicari oleh kekasihnya. Apabila kilat Cinta telah
menyambar di hati ini, ketahuilah bahwa ada kilat Cinta di Hati yang lain”,
demikian Jalaluddin Rumi.
Cinta itulah dari mana kita mekar bagai bunga pada titik
penciptaan; cinta pula jalan pulang setiap makhluk. Cinta pula yang menciptakan
hasrat Zulaikha akan Yusuf. Hingga akhirnya diceritakan tatkala Yusuf telah
menjadi Wazir dari Fir’aun, teman dekatnya, dan merupakan orang terkuat kedua
di negara tersebut. Sementara Zulaikha telah dicampakkan oleh suaminya dan kini
menjalani hidup sengsara.
Suatu hari, Yusuf bertemu dengan Zulaikha di jalan. Ia
mengenakan jubah wazir yang mewah, mengendarai kuda yang indah, dikelilingi
para penasihat dan pengawal pribadinya. Sedangkan Zulaikha sendiri berpakaian
lusuh, kecantikannya pudar seiring dengan cobaan hidup yang telah dideritanya
sekian lama. Yusuf berkata:
“Wahai Zulaikha, sebelum ini, ketika engkau ingin
menikahiku, aku terpaksa menolakmu. Ketika itu engkau adalah istri dari tuanku.
Kini engkau telah bebas dan aku pun bukan lagi seorang budak. Jika engkau mau,
aku akan menikahimu sekarang.”
Zulaikha menatap bening dan lantas berkata,
”Tidak Yusuf. Cintaku yang
mendalam kepadamu dahulu itu tidaklah lain dari sebuah hijab antara aku dan
Sang Kekasih. Aku telah merobek tirai itu dan menyampakkannya. Kini setelah
kutemukan Kekasih Sejatiku, tidak lagi aku membutuhkan cintamu.”
Cinta—yang telah merasuki setiap benih ciptaan—merupakan
‘dewa’ dari Tuhan untuk menarik makhluk, khususnya manusia, untuk berpaling
kepada-Nya.
Sekali meminum ‘air’ cinta itu kita akan senantiasa selalu
dahaga hingga kita temukan Objek Cinta yang Abadi.
"Jika cinta mewujudkan diri di dalam diri, sungguh ia berasal
dari keindahan. Engkau hanyalah cermin belaka dimana keindahan dipantulkan.
Karena keindahan dan pantulannya berasal dari satu sumber, maka keduanya adalah
kekayaan dan gudang kekayaan."
-- Jami
"Hanya dari Hati engkau bisa menggapai langit. Mawar
keagungan hanya bisa ditumbuhkan dalam Hati."
-- Rumi
Cinta adalah esensi dalam hidup ini. cinta menjadi suatu
yang penting untuk dipikirkan, direnungkan dan di jalankan. Setiap sendi
kehidupan semua digerakan oleh rasa cinta. Ada yang benci dan sakit hati,
karena cinta, ada yang bermusuhan dan bertikai semua mengatasnamakan cinta, ada
yang bahagia karena cinta. Suka dan duka esensinya karena cinta. Cinta sudah
menjelma menjadi setiap kata dan huruf, yang bersatu dengan udara yang terhirup
dalam rongga dada kita.
Cinta adalah nafas Tuhan, yang suci tak ternodakan, cinta
berarti perjuangan dan pengorbanan, penerimaan tanpa sanggahan. Cinta memberi
dan memberi, sebagaimana sifat dan kelakuan Tuhan dalam esensi cinta.
Semakin suci dan murni kadar cinta dalam jiwamu, maka akan
semakin besar pengorbananmu. Semakin besar juga perhatian dan pemberianmu, dan
semakin sedikt keluh kesah dalam penerimaanmu.
Cinta, seberapa besar cinta dan seberapa suci cintamu,
tergantung seberapa besar keluh kesah dan tuntutanmu.
Semakin diam dan diam, menerima segala kekurangan, maka
semakin suci dan besar pula rasa cintamu. Baik itu cinta kepada Tuhanmu atau
orang-orang yang engkau sayang dalam hidupmu..
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Alloh Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
{QS. Ali Imran, 3:31}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar