Jumat, 17 Januari 2014

Tabir Perlindungan Allah pada Diri



Dikutip dari terjemah Al-Hikam’ Ibnu Ata’illah:
(144)
“Tutupan Allah itu terbagi dua: ditutup dari bermaksiat, dan ditutup dari perbuatan maksiat. Manusia pada umumnya minta kepada Allah supaya ditutupi perbuatan dosanya, karena khawatir jatuh kedudukannya dalam pandangan sesama manusia. Tetapi orang-orang yang khusus minta kepada Allah supaya ditutupi dari perbuatan maksiat, jangan sampai berbuat dosa karena takut jatuh dari pandangan Allah.”
(145)
“Siapa yang menghormat kepadamu, sebenarnya ia hanya menghormat pada keindahan tutupan Allah terhadapmu. Oleh karena itu seharusnyalah pujian itu disampaikan pada Dia yang menutupi engkau, bukan pada orang yang memuji dan berterima kasih kepadamu.”

Tiap orang pastilah ada cela kebusukannya, yang andaikan diketahui oleh orang lain pasti akan membuat kebencian dan ketidaksukaan. Yang menyebabkan adanya orang tetap memuji dan menghormat bukanlah karena kebaikan yang dimilikinya, tapi karena Allah berkenan menutupi kebusukan dan cacatnya. Maka pujian itu seharunya kembali pada Allah yang menutupi aibnya.

Tiap orang pasti memiliki hal yang membuatnya malu jika diketahui orang lain. Karena itu, jika ada orang memuji dirinya, itu tidak lain hanya karena indahnya tabir yang dipasangkan Allah pada dirinya, sehingga tertutup celanya dan terlihat bagusnya semata-mata.

Karena itu, ia wajib bersyukur pada Allah yang berkenan menutupi dirinya, dan bukan pada manusia yang memujinya karena tidak tahu kejelekannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar