Senin, 13 Januari 2014

Tujuan Diciptakannya Manusia



Setiap penciptaan sesuatu, pastilah punya tujuan. Seperti sama-sama telah kita ketahui, tiada sesuatupun diciptakan-Nya tanpa tujuan. Dalam Surah Ali-Imran ayat 191 Alloh Ta'ala berfirman:

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’”

Lalu apakah tujuan penciptaan kita (manusia) di bumi ini oleh Alloh Ta’ala? Hal ini sangat penting sekali kita ketahui apabila kita ingin berjalan di muka bumi ini sesuai dengan apa kehendak sang pencipta.

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia ada 3 (tiga) yaitu:

1. Menjadi Abdi Alloh

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
{QS. Adh-Dzariyat, 51:56}

Menjadi abdi Alloh secara sederhana berarti ‘hanya bersedia mengabdi kepada Alloh Ta’ala’. Tidak mau mengabdi kepada selain dari Alloh Ta’ala, termasuk di dalamnya mengabdi kepada hawa nafsu dan syahwat kita sendiri. Melepaskan diri dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat merupakan bagian dari tahapan pertaubatan yang harus dilakukan.

Contohnya seperti makna tersirat dari kisah Nabi Musa, ketika Musa A.S membebaskan Bani Israil (juga bermakna batin nafs muthmainnah) dari perbudakaan Fir’aun (makna batin: hawa nafsu dan syahwat), menuju tanah suci yang dijanjikan (makna batin: qalbun salim).

2. Menjadi Saksi Alloh

“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Rabbmu. Mereka menjawab: Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).”
{QS. Al-A'raf, 7:172}

Sebelum lahir ke dunia ini nafs manusia berjanji (saksi; asyhadu, syahid, syuhada) kepada Alloh Ta’ala di alam Alastu, mempersaksikan bahwa hanya Alloh-lah Rabb-nya (Q.S. 7:172). Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti.

Pada saat ini pula Alloh Ta’ala telah menentukan kepadanya empat perkara , yaitu:
(1) Ajal, (2) Rezeki, (3) Amal, serta (4) Keberuntungan dan Musibah (HR. Muslim).

Dari hadits ini, berbeda dengan anggapan umum, kita lihat bahwa jodoh tidak masuk ke dalam yang ditentukan saat itu.

Di sini pula kita sering tergelincir memaknai ‘syuhada’. Kata‘syuhada’, akar katanya sama dengan kata pada syahadat kita‘Asyhadu’, artinya bersaksi, mempersaksikan dengan sepenuh kepercayaan, dengan sepenuh keyakinan (mengenai Tuhannya).

Kata‘syuhada’ tidak semata-mata berarti orang yang mati di medan perang. Kata ‘syuhada’ berarti ‘orang yang telah mempersaksikan’.

Di zaman Rasulullah, mereka yang gugur ketika berniat mengorbankan jiwa mereka untuk Alloh melalui jalan yang tersedia dan dibutuhkan ummat pada masa itu (berperang), yang pengorbanannya diterima oleh Alloh, dianugerahi sebuah ‘penyaksian (akan kebenaran)’ melalui gugurnya mereka di medan perang. Maka, belum tentu setiap orang yang gugur di medan perang adalah ‘syuhada’. Juga hal ini berimplikasi bahwa banyak cara lain menjadi seorang ‘syuhada’ selain melalui peperangan.

3. Menjadi Khalifah Alloh

“Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Rabb berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
{QS. Al-Baqarah, 2:30}

Khalifah Alloh sebenarnya adalah perwakilan Alloh untuk memakmurkan bumi. Banyak yang salah mengira bahwa menjadi khalifah berarti ‘menguasai’.

Untuk bertugas sebagai khalifah, bukan berarti harus selalu dibentuknya sebuah sistem pemerintah berlabelkan Islam. Sebenarnya tiap individu dapat berperan sebagai khalifah Alloh di muka bumi ini secara individual, karena sesungguhnya seorang manusia baru berfungsi sebagai khalifah, adalah ketika ia berkarya di bumi ini berdasarkan misi untuk berbuat yang Alloh telah tentukan kepadanya di alam Alastu.

Masing-masing orang punya “Misi Suci” yang berbeda-beda, yang telah Alloh tugaskan kepadanya. Berdasarkan misi suci inilah “untuk apa” seseorang diciptakan dan “menurut apa dimudahkan kepadanya”.

Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Ya Rasulullah, sudahkah dikenal para penduduk neraka dan penduduk surga?”

Jawab Rasulullah: “Sudah.”

Lalu ia kembali bertanya: “Kalau begitu untuk apa manusia beramal ?”

Rasulullah SAW menjawab:“Mereka beramal untuk apa dia diciptakan dan menurut apa yang dimudahkan kepadanya.”
-- Hadits Riwayat Bukhari.

Kebanyakan manusia tidak mengetahui untuk apa dia dicipta di dunia ini. Sehingga -masuk akal- apabila ia tidak dapat menjadi wakil serta penjelmaan citra Alloh di muka bumi sebagai khalifah (pemakmur bumi).

Ketika seorang berkarya di bumi ini sesuai dengan Misi Hidupnya, maka secara langsung ia telah berkarya sesuai dengan apa yang Alloh kehendaki padanya. Maka secara langsung pula ia telah menjadi Abdi Alloh (QS 51:56) secara hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar