Sabtu, 04 Januari 2014

Dunia Makrifat, Dunia Kebahagiaan



Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Da'tsur melihat Rasulullah SAW duduk sendirian di bawah pohon kurma. Saat itu beliau tengah istirahat. Segera saja ia menghampiri beliau, menghunus pedang lalu menodongkannya ke leher Rasulullah SAW.

“Wahai Muhammad, sekarang engkau sendirian. Siapa yang akan menolongmu?”, gertak Da'tsur.
Dengan mantap Rasulullah bersabda, “Allah!”

Mendengar kata “Allah”, Da'tsur langsung gemetar, lemas sekujur tubuhnya, hingga pedang yang dihunusnya jatuh. Rasul segera mengambil pedang itu, lalu balik menodongkannya pada Da'tsur,

“Sekarang, siapa yang akan menolongmu?”, seru beliau.
“Tidak ada wahai Muhammad, kecuali engkau mau menolongku!”

Bagi para ahli makrifat, kisah ini sangat mudah dibaca. Dengan sangat cepat, Rasulullah SAW mampu mengalihkan perhatian dari makhluk kepada kepada Dzat Yang Menguasai makhluk. Mata beliau melihat Da'tsur, namun hati belua fokus kepada Allah yang menguasai Da'tsur. Sehingga apa yang beliau ucapkan sangat powerfull. Kata “Allah” diucapkan sepenuh keyakinan. Itulah yang membuat Da'tsur terguncang.

Saudaraku, ketika kita melihat lukisan yang sangat indah, biasanya pikiran kita langsung tersambung kepada pembuat lukisan tersebut. “Oh sungguh hebat pelukis itu!” Ketika kita melihat robot canggih, kita akan berdecak kagum terhadap insinyur yang merancangnya. Maka, bagaimana mungkin ketika kita melihat kehebatan alam ini, hati dan pikiran kita tidak tersambung kepada Penciptanya? Padahal, semua yang ada di alam ini, termasuk diri kita, mutlak ciptaan Allah! Di sinilah ilmu ma'rifatullah bermain. Andai kita memiliki kesadaran ini, kapan pun, di mana pun dan kapan pun yang ada hanyalah keterpesonaan pada ke-Mahabesar-an Allah. Hati dan lisan kita akan sulit berhenti memuji dan berzikir kepada-Nya.

Salah satu kunci makrifat adalah kecepatan kita dalam mengalihkan fokus pandangan dari makhluk kepada Al-Khaliq. Mata melihat makhluk, telinga mendengar suara, kulit merasa, namun hati dan pikiran yang mengendalikan semua itu terhubung dan tembus kepada Allah. Nah, kecepatan kita mengalihkan fokus pandangan, akan menentukan kualitas hidup dan kebahagiaan diri kita. Semakin cepat mengalihkan perhatian kepada Allah, semakin cepat pula kita meraih kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan hakiki.

Sebab, dunia ma'rifat adalah dunia kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan.

Allah Swt. berfirman,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).

Karena itu, jangan sampai kesibukkan kita bekerja, berbisnis, dan hiruk-pikuk duniawi melalaikan kita dari mengingat Allah. Sungguh tidak akan pernah bahagia orang yang jauh dari Allah. Dunia bukan hal yang bisa mendatangkan kebahagiaan. Dunia sekadar permainan belaka (QS Muhammad [47]: 36). Dunia sekadar sarana untuk mendekat kita pada Allah.

Maka, tidak ada pilihan bila kita ingin bahagia, kecuali hati kita tembus kepada Allah. Mata pada benda, hati pada Allah. Intinya, nikmat hidup bukan pada yang ada dan tiada. Nikmat hidup hanya ada bila kita selalu dekat dengan Yang Selalu Ada. Itulah para ulil albab.

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS. Ali- Imran [3]: 191). Wallaahu a'lam.

-- KH. Abdullah Gymnastiar dikutip dari republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar