Selasa, 28 Januari 2014

Pejalan yang Berjihad Akbar Melawan Dirinya Sendiri

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Alloh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut, 29:69)

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Alloh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.”
{QS. Al Hajj, 22:78}

Kata Jihad lebih popular dari kata Ijtihad atau Mudjahadah. ‘Jihad’, ‘Ijtihad’, dan ‘Mujahadah’, berasal dari satu akar kata yang sama, yaitu ‘Jahada’ yang berarti “Bersungguh-sungguh”.

Dan 'Jihad' adalah perjuangan sungguh-sungguh secara fisik, 'Ijtihad' artinya perjuangan sungguh-sungguh melalui pikiran (logika), dan 'Mujahadah' merupakan perjuangan sungguh-sungguh pada qalbu.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa 'Ijtihad' lebih utama daripada 'Jihad'. Rasulullah Muhammad bersabda, “Goresan tinta para ulama (ijtihad) lebih utama daripada tumpahan darah para syuhada.”

Dan Ijtihad tertinggi adalah meng-Ijtihad-i Al Quran. Dalam perspektif tasawuf, 'Mujahadah' menempati posisi yang lebih utama, yaitu perjuangan sungguh-sungguh pada qalbu untuk memerangi nafsu yang mengajak pada kemungkaran.

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan, Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.”
(QS. Al-Balad, 90:10-18).

Perjalanan ini adalah sebuah perjalanan mendaki yang sukar, dan tidak semua orang bertekad bulat dalam menempuhnya:

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Alloh: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu ”. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.”
(QS. At-Taubah, 9:42)

Walaupun begitu, Alloh menjanjikan ganjaran yang setimpal dengan perjuangan kita dalam menempuhnya:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Alloh orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Imran, 3:142)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Alloh“. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu amat dekat.”
(QS. Al-Baqarah, 2:214)

Perjalanan mendaki ini adalah menapaki tangga- tangga yang dengan indah digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib kw:

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib kw, ditanya sahabatnya, “Apakah tangga pertama dari mengenal Alloh?”

Beliau menjawab,
“Adalah ketika engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih banyak kesalahannya daripada engkau .”
Orang itu pingsan. Kemudian ketika sadar, dia bertanya lagi, “Sesudah itu ada tangga lagi.”

Beliau menjawab, “Ada 70 tangga lagi.”

Perjalanan ini adalah perjalanan menapak tilas perjalanan orang-orang yang diberi nikmat oleh Alloh:
“Tunjukilah kami Shiraath Al- Mustaqiim, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka…”
(QS. Al-Fatehah, 1:6-7).

“Dan barangsiapa yang menta’ati Alloh dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang- orang yang dianugerahi ni’mat oleh Alloh, yaitu : Nabi-nabi, Ash-Shiddiiqiin, Asy-Syuhadaa, Ash-Shaalihiin . Dan mereka itulah teman yang sebaik- baiknya.”
(QS. An-Nisaa, 4:69).

Semoga Alloh menguatkan langkah kaki kita dalam menapaki jalan mendaki ini. Bukan jalan yang mudah, tetapi bukan pula jalan yang tak mungkin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar